Gaza – Pusat Informasi Palestina.
Derita. Itulah situasi riil di Jalur Gaza dalam berbagai sektor. Dengan berlanjutnya rentetan krisis kehidupan yang sulit yang berimbas kepada seluruh bidang kehidupan. Semua bermuara kepada blokade terhadap Jalur Gaza yang berlangsung sejak 10 tahun secara beruntun.
Kesulitan dan penderitaan itu berdampak kepada sektor ekonomi, social, pendidikan dan lainnya selama tahun 2016.
Di tengah realita penderitaan menyakitkan dan lambannya proses pemulihan dan rekontruksi gedung dan bangunan sekolah-sekolah yang rusak oleh serangan agresi Israel ke wilayah Jalur Gaza tahun 2014.
Pusat Informasi Palestina mewancarai Wakil Kementerian Pendidikan dan Pengajaran Tinggi di Gaza, Ziyad Tsabit untuk mengetahui sejauh mana wajah dan perjalanan proses pendidikan di Jalur Gaza selama 2016 dan bagaimana kementerian menghadapi tantangan demi mencapai sejumlah capaian.
Tsabit menyebutkan capaian paling penting selama 2016 di bidang sarana dan infrastruktur sekolah, ruang kelas, perbaikan sekolah, peralatan dan sarana di sekolah, buku sekolah, dan lainnya selain sejumlah program-program yang baik yang dimulai 2016.
Tantangan Tak Pernah Henti
Wakil Menteri Pendidikan ini menyatakan, pihak pemerintah persatuan Palestina sejak dibentuk sudah menunjuk sejumlah guru baru dengan anggaran. Namun di tengah situasi blokade Israel terhadap Jalur Gaza dan imbas agresi Israel ini memaksa kementerian pendidikan untuk memindahkan pelajar ke sekolah lain dan menerima menggunakan sekolah-sekolah UNRWA di sore hari untuk kegiatan sekolah-sekolah pemerintah yang dihancurkan Israel. Selain itu, persoalan krisis listrik dan tidak ada bahan bakar.
Sejak 3 tahun terakhir, kementerian pendidikan justru mengandalkan pemasukan kantin sekolah untuk menghadapi kesulitan dana termasuk untuk penggajian guru selain SPP dari pelajar. Ada 400 sekolah di Jalur Gaza.
Antara Jalur Gaza dan Ramallah
Yang lebih sulit, pegawai di kementerian pendidikan di Ramallah menganggap pegawai yang ditunjuk sejak 2008 dianggap tidak legal. Pegawai itu tidak mendapatkan gaji dari Ramallah, pusat pemerintah persatuan Palestina.
Krisis Universitas Al-Aqsha
Kasus Universitas Al-Aqsha di Jalur Gaza menjadi miniature krisis hubungan dengan Ramallah. Di tahun 2016 muncul krisis ini. Krisis muncul karena persoalan legalitas. Ramallah menganggap pegawai di universitas pemerintah itu dianggal illegal bagi yang diangkat sejak 2008 sebab kementerian pendidikan di Jalur Gaza juga illegal, juga seluruh pegawainya.
Ramallah menganggap pegawai kementerian pendidikan di Jalur Gaza tidak legal sehingga mereka tidak berhak mengatur dan memantau perkembangan Universitas Al-Aqsha.
Tetap Wujudkan Impian
Selama 2016 kementerian pendidikan di Jalur Gaza hanya bisa membuka 6 gedung sekolah baru dan memperbaiki 126 sekolah. Juga telah meresmikan lahan ikan di sekolah Hani Naem. Selain itu juga menerapkan sistem pendidikan baru juga terkait di sekolah Taman Kanak-kanak.
Lebih dari itu, di bidang inovasi dan bakat serta keterampilan ilmiah, Jalur Gaza mampu mewujudkan 39 inovasi ilmiah juga system komputerisasi pendidikan.
Di tahun 2017 ini, Tsabit menyampaikan harapan besarnya bisa terwujud rekonsiliasi Palestina, perpecahan berakhir, blokade dan penjajahan berakhir sehingga Jalur Gaza bisa bangkit membangun sekolah dan memenuhi kebutuhannya serta gaji-gaji pegawai untuk pengembangan pendidikan di Jalur Gaza. (at/pip)