Kedatangan tamu bagi seorang muslim adalah sebuah karunia ilahi yang menghantarkan keberkahan. Terlebih tamu tersebut datang dari negeri yang diberkahi. DR. Abeer Abdullah atau Ummu Zuhair demikian nama lengkap tamu Adara Relief Internasional kali ini. Muslimah yang berasal dari Gaza Palestina, ibu 7 orang anak, peraih gelar doktoral di bidang politik dari Universitas Putra Malaysia.
Hadir dalam rangka silaturahim dengan pengurus dan relawan Adara menyambung rasa dalam ikatan iman dan jalinan ukhuwah DR. Abeer berbagi cerita tentang kabar saudara-saudara muslimah di negeri ribath Palestina tercinta.
Ummu Nidhol salah satu nama yang beliau sebut sebagai teladan bagi para muslimah lewat kegigihannya dalam mendidik dan mengantarkan putra-putranya sekaligus dirinya sendiri berjihad menghadapi Israel. Merekam moment seorang ibu yang melepaskan anaknya untuk berjihad memberi inspirasi dan menularkan semangat perjuangan bagi siapapun yang menyaksikan.
Berperan sebagai ibu, sebagai istri, sebagai anak justru menambah kekuatan para muslimah di Palestina. Seluruh peran diisi dengan berlomba-lomba menyumbangkan amal terbaik bagi Palestina, menebus Al-Aqsha dengan ruh dan darah. Seperti Rim Riyasi, wanita 25 tahun ibu dua anak balita yang mengukuhkan janji setia pada Allah SWT menjemput syahidnya di tengah kerumunan penduduk Israel.
Hati yang sarat iman dan kobaran semangat ternyata bukan hanya milik para pemuda nan enerjik, usia tua 54 tahun seorang Fatma Najar bukan halangan untuk memberi yang terbaik menjadi nenek pertama yang syahid di tengah serdadu Israel di Bait Hanun, Gaza.
Energi imani itu memang benar-benar merasuki seluruh jiwa bangsa Palestina melawan kebiadaban Israel hingga menggerakkan gadis belia 14 tahun yang dengan tabah menyiapkan perlengkapan jihad ayahnya meski ia tahu inilah akhir perjumpaannya dengan ayahnya di dunia.
Bahkan jikapun bukan dia yang maju dan berhadapan langsung dengan serdadu Israel muslimah-muslimah Palestina tak pernah berhenti melahirkan dan mendidik sejak kecil calon-calon mujahid, memastikan air susuannya menetes menjadi kekuatan dalam tubuh dan jiwa. Dalam kesaksiannya dan dengan mata kepalanya sendiri DR. Abeer melihat sepupunya yang sejak kecil dididik dengab semangat jihad oleh ibunya, syahid ditembak dari atas helikopter karena berhasil meluluhlantahkan tank Israel yang mencoba merangsek masuk ke kamp pengungsian di Gaza. Kondisi sepupu Ummu Zuhair yang hancur seluruh kepalanya dan hanya menyisakan wajahnya saja, lagi-lagi bukan malah menyurutkan para pemuda Palestina tetapi justru menambah semangat pemuda lainnya yang juga saudara kandung DR. Abeer untuk maju berhadapan dengan tentara Israel hingga menemui syahidnya.
Sungguh perempuan-perempuan Palestina telah menggoreskan catatan sejarah peran yang begitu besar tak hanya demi bangsa tetapi demi seluruh umat muslim di muka bumi ini menebus terbebasnya Al-Aqsha. Para muslimah melepas kepergian suaminya berjihad, menghapus kekhawatiran sang suami bahwa dia (istrinya) akan menjaga diri dan anak-anaknya, siap menjadi ibu sekaligus ayah. Dan jika suaminya masih memiliki orang tua, lalu ia mengkhawatirkan mereka, sang istri meyakinkan ia akan menjaga mereka dengan sebaik-baiknya.
Gaza yang hanya mendapat pasokan listrik 2 jam saja dalam sehari semalam, kesulitan mendapatkan gas karena minim dan harganya melambung hingga terpaksa menggunakan kayu dan arang, ternyata semakin menempa kaum muslimah menjadi semakin kuat. DR. Abeer menceritakan setiap kali ia menelpon ibunya untuk menanyakan kondisi beliau maka sang ibu akan menjawab, alhamdulillah kami dalam keadaan baik, kami masih kuat dan semakin kuat. Sebuah isyarat jelas bahwa blokade Israel gagal total.
Semua tak boleh berhenti untuk memastikan kaum muslimin masih kuat dan semakin kuat berdiri menjaga Al-Aqsha, menjaga negeri yang diberkahi dan tak rela melepaskannya direnggut tangan-tangan kotor Israel.
Semua lapis bangsa Palestina yang masih tersisa di Kota Al-Quds berjaga di Al-Aqsha menghidupkan syiar Masjid Al-Aqsha tempat Isra’ Rasulullah SAW, yang menjadi saksi perjuangan para Rasul dan Anbiya menghidupkan kalimat tauhid di muka bumi ini. Mereka yang berada di Tepi Barat, di Gaza yang terpenjara, bahkan mereka yang terpaksa keluar dari Palestina bukan karena menyerah, atau tak lagi cinta Al-Aqsha dan negerinya. Mereka terus bergerak membangunkan dunia, menyadarkan umat dan menggalang kekuatan dari luar. Itulah peran yang mereka ambil.
Lalu kita, masihkah belum terketuk hati ini untuk menjadi bagian dari pembebas Al-Aqsha.
ADARA RELIEF INTERNASIONAL, 23 FEBRUARI 2017