Lebih dari 133 hari setelah Israel melancarkan serangannya ke Gaza, bom masih berjatuhan di berbagai wilayah Gaza dan serangan artileri tidak kunjung berhenti, menyebabkan 4 persen penduduk Gaza terbunuh, terluka, ataupun hilang. Menurut statistik terbaru dari Kementerian Kesehatan di Gaza, jumlah warga Palestina yang terbunuh dalam agresi Israel yang dimulai sejak 7 Oktober 2023 telah menyentuh angka 28.663 orang, sementara korban yang terluka menjadi 68.395 orang, dengan 70% di antaranya adalah perempuan dan anak-anak.
Selain membunuh sejumlah besar manusia, bencana kemanusiaan terbesar pada abad modern ini juga membunuh sejumlah bangunan bersejarah dan artefak budaya. Baru-baru ini, sebuah laporan Kementerian Kebudayaan Palestina mengenai kerusakan yang dilakukan Israel terhadap warisan Palestina menyebutkan bahwa serangan Israel di Gaza telah menghancurkan 207 bangunan penting dan bersejarah, termasuk 144 di Kota Tua dan 25 situs keagamaan.
Kerusakan juga terjadi pada situs arkeologi Pelabuhan Anthedon, pelabuhan pertama yang beroperasi di Gaza, juga pemakaman Romawi kuno dan pemakaman Persemakmuran, tempat lebih dari 3.000 tentara Inggris dan persemakmuran dimakamkan selama Perang Dunia Pertama dan Kedua.

Vandalisme Israel terhadap Palestina, sejak Nakba hingga Kini
Cultural Wash atau Penghapusan budaya dan sejarah Palestina telah lama menjadi taktik perang Israel. Pada 1948 milisi Zionis menyapu lingkungan Al-Quds (Yerusalem) dan pusat kota lainnya di Palestina, menyebabkan puluhan ribu warga Palestina terpaksa mengungsi karena ketakutan. Mereka pergi dengan tergesa-gesa dan hanya membawa apa yang dapat mereka genggam. Terlalu banyak harta berharga yang mereka tinggalkan dengan berharap bahwa mereka akan kembali dalam hitungan pekan. Namun yang terjadi, segala yang ditinggalkan justru dirampas dan diambil alih oleh penjajah, termasuk buku. Pada peristiwa Nakba, sebanyak 30.000 buku dan manuskrip dijarah dari rumah-rumah warga Palestina.
Penjarahan ini tidak berhenti pada 1948, melainkan berlanjut hingga saat ini. Pada tahun 1982, selama invasi Israel ke Lebanon, Israel menjarah dan menyita perpustakaan dan arsip Organisasi Pembebasan Palestina (PLO); perpustakaan dan arsip dirusak selama Intifada Kedua; sementara Gaza telah berulang kali menjadi sasaran vandalisme Israel.
Pada akhir November lalu, Pusat Arsip Gaza, yang berisi ribuan dokumen sejarah berusia lebih dari 150 tahun, dihancurkan oleh Israel. Yahya Al-Sarraj, Walikota Gaza, menggambarkan penghancuran arsip-arsip tersebut sebagai upaya yang disengaja untuk menghapus sebagian besar ingatan dunia tentang Palestina. Israel turut menghancurkan banyak perpustakaan dan toko buku di Jalur Gaza, termasuk Perpustakaan Umum Kota Gaza dan Perpustakaan Samir Mansour yang juga merupakan toko buku ikonik di Gaza.
Literary Hub, situs web sastra harian yang diluncurkan pada 2015, membandingkan pengeboman perpustakaan di Gaza dengan serangan terhadap perpustakaan di Sarajevo pada tahun 1992. Ketika itu, pasukan Serbia meratakan Perpustakaan Nasional dan Universitas Bosnia Herzegovina.
“Penghancuran perpustakaan di Gaza merupakan sebuah pengingat bahwa genosida lebih dari sekadar pemusnahan massal kehidupan manusia secara terencana; ini juga tentang penghancuran budaya, bahasa, sejarah, dan situs komunitas bersama yang telah diperhitungkan dan sering kali penuh dendam,” kata Literary Hub dalam sebuah pernyataan.
Perpustakaan adalah gudang budaya yang menyimpan kenangan kolektif, melestarikan warisan budaya, merekam perkembangan masyarakat, dan memberikan ruang kepada individu untuk berinteraksi, belajar, dan berkembang. Upaya terus-menerus Israel dalam melakukan vandalisme terhadap manuskrip, arsip, dan buku-buku Palestina berarti juga upaya untuk menghapus bukti keberadaan Palestina dan sejarah yang berdiri di atasnya.
Gereja pun menjadi sasaran penyerangan
Gaza merupakan rumah bagi sekitar 1000 orang pemeluk agama Kristen. Mereka hidup berdampingan dengan umat Islam dan memiliki sejumlah gereja bersejarah yang masih terjaga dan digunakan untuk beribadah. Dalam Operasi Pedang Besi Israel yang dimulai pada 7 Oktober 2023, gereja-gereja ini digunakan sebagai tempat berlindung bagi warga Kristen dengan keyakinan bahwa dalam hukum internasional rumah ibadah tidak boleh menjadi sasaran penyerangan.
Salah satu gereja yang dijadikan tempat berlindung adalah Gereja Ortodoks Yunani Saint Porphyrius yang terletak di lingkungan al-Zaitoun, Kota Tua Gaza. Gereja ini merupakan gereja tertua ketiga di dunia, dibangun pada tahun 425 di atas fondasi situs pagan kuno. Porphyrius merupakan nama seorang santo Bizantium yang menjalankan misinya dalam menutup kuil-kuil pagan. Ia dimakamkan di halaman gereja.
Namun, belum genap dua pekan agresi, pada Kamis malam, 19 Oktober 2023, Israel mengebom kompleks gereja ortodoks tersebut. Langit-langit gereja runtuh, 18 orang yang mencari perlindungan terbunuh dalam sekejap. Ibrahim Jahsan, penduduk Gaza yang berlindung di gereja tersebut menyesalkan pengeboman brutal itu, tetapi ia memutuskan untuk bertahan. “Tidak ada kata-kata yang dapat menggambarkan apa yang sedang kami alami. Kami dibaptis di sini, dan kami akan mati di sini,” pungkasnya.

Menurut Euro-Med Monitor, Biara Kristen Tell Umm Amer (Monastery of Saint Hilarion) juga menjadi sasaran serangan Israel, meskipun situs tersebut telah dimasukkan ke daftar sementara Warisan Dunia UNESCO. Biara ini terletak di bagian selatan kota Gaza, dan diyakini sebagai tempat kelahiran Saint Hilarion, seorang penduduk asli Gaza yang merupakan biarawan Suriah-Palestina pada abad keempat. Ia dianggap sebagai pionir awal monastisisme, jalan hidup yang menarik diri dari dunia dan fokus pada kehidupan spiritual.
Biara ini didirikan pada tahun 400 M atau telah berusia lebih dari 1.600 tahun, menjadikannya sebagai salah satu Biara Kristen tertua di Timur Tengah. Selama berabad-abad, Biara Saint Hilarion menjadi tempat persinggahan bagi peziarah di persimpangan antara Mesir, Palestina, Suriah, dan Mesopotamia (Irak). Saat ini, meskipun restorasi belum selesai dilakukan, penduduk Gaza kerap mengunjungi biara ini untuk beribadah.
Serangan Israel terhadap Kristen Palestina dan rumah ibadahnya bahkan terjadi menjelang Natal 2023, tepatnya pada Sabtu (16/12). “Pada hari ini seorang penembak jitu Israel membunuh dua wanita Kristen di dalam Paroki Keluarga Kudus di Gaza, tempat keluarga Kristen Gaza berlindung sejak agresi dimulai,” kata Patriarkat Latin Al-Quds (Yerusalem) dalam sebuah pernyataan. Hingga kini, Israel terus menyerang tanpa pandang bulu; asalkan ia seorang Palestina, berapa pun usianya, apa pun gendernya; apa pun agamanya, maka ia adalah target pembunuhan yang sah di mata penjajah.

Dengan kehancuran situs sejarah satu demi satu, Gaza, kota eksotis dan bersejarah, tempat berkumpulnya warisan peradaban Palestina itu, kini tampak apokaliptik; berdebu, compang-camping dengan puing yang berserak, asap membumbung di mana-mana, serta dipenuhi suara drone dan desingan peluru yang memekakkan telinga. Bader al-Zaharna, penduduk Gaza yang menghuni Kota Tua mengatakan bahwa wilayah itu menjelma seperti kota hantu, dengan orang-orang berwajah pucat yang berjalan gontai. Semangat dan gairah hidup mereka seolah ditelan habis oleh Israel, si pelahap maut. “Yang tersisa hanya kenangan, rasanya muak dan sedih menyaksikan kehancuran situs budaya dan agama yang selama ini kami jaga,” katanya.
Dalam sebuah pernyataan bersama pada 9 Januari 2024, Kelompok Regional Arab di Dewan Monumen dan Situs Internasional (ICOMOS) menegaskan bahwa penghancuran yang disengaja atas warisan kemanusiaan dan budaya Gaza merupakan kejahatan perang
dan pelanggaran nyata terhadap perjanjian, konvensi, dan undang-undang perlindungan warisan budaya internasional, khususnya Konvensi Internasional tahun 1972 untuk Perlindungan Situs Warisan Dunia; Konvensi Jenewa Keempat tahun 1949, Konvensi Den Haag tahun 1954 untuk Perlindungan Kekayaan Budaya dalam Konflik Bersenjata; dan Deklarasi Warisan Dunia UNESCO tahun 2001. (LMS)
Referensi
Al-Barsh, Ahmed. Report on the Impact of the Recent War in 2023 on the Cultural Heritage in Gaza Strip-Palestine, November 7, 2023. https://www.heritageforpeace.org/wp-content/uploads/2023/11/Report-of-the-effects-of-the-last-war-of-2023-on-the-cultural-heritage-in-Gaza-Strip-Palestine-english.pdf
Statement of the Arab Regional Group at the International Council of Monuments and Sites (ICOMOS) on Palestine and the Current War in Gaza, January 9, 2024. https://drive.google.com/file/d/15rdQo1nrmcSWaBwB21cWbRZPKNPBp8P6/view
Palestinian Ministry of Culture. The Second Preliminary Report on the Cultural Sector Damage, December 6, 2023. https://arablit.org/wp-content/uploads/2023/12/English-.pdf
https://librarianswithpalestine.org/gaza-report-2024/
https://www.middleeasteye.net/discover/palestine-gaza-hidden-heritage-five-historic-sites
https://www.middleeasteye.net/news/israel-palestine-war-gaza-public-library-destroyed-bombing
https://www.newarab.com/analysis/how-israels-war-erasing-gazas-history-and-culture
https://newlinesmag.com/reportage/the-past-is-being-destroyed-in-palestine-as-well-as-the-present/
https://www.palestine-studies.org/en/node/78440
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini








