Serangan Israel terhadap sekolah yang dikelola PBB membunuh puluhan orang di Kamp Pengungsi Nuseirat, Gaza bagian tengah, pada hari Kamis (6/6).
Sekolah yang dioperasikan oleh badan PBB untuk pengungsi Palestina (UNRWA), dilaporkan menampung ribuan pengungsi, yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak.
Setidaknya 40 orang terbunuh, termasuk 9 wanita dan 14 anak-anak, sementara 74 lainnya luka-luka, menurut Kementerian Kesehatan Palestina.
Sesaat sebelum jam 2 dini hari, orang-orang yang berlindung di sekolah terbangun karena suara serangan udara dan melihat salah satu bangunan terbakar, kata para saksi mata kepada Middle East Eye.
“Seluruh isi sekolah sedang tidur. Kami berlari keluar dan kami melihat orang-orang mengambil korban luka dan mayat dari reruntuhan, ada yang terkoyak, ada yang terbakar,” kata Ansam Issa.
“Adik laki-laki saya yang berusia 17 tahun berlari ke arah saya dan berteriak bahwa ayah kami telah meninggal. Saya bertanya kepadanya tentang dua saudara laki-laki lainnya, katanya, mereka juga meninggal.”
Ansam dan keluarganya mengungsi ke sekolah tersebut sehari sebelumnya setelah pengeboman besar-besaran menargetkan Kamp Pengungsi Bureij, tempat mereka tinggal.
Kerabat Ansam, Um Mohammed Issa, mengatakan keluarga tersebut terpaksa meninggalkan rumah mereka di kamp selama beberapa hari terakhir, dan anggota keluarga tersebut mencari sekolah yang berbeda untuk berlindung.
“Kami berlindung di satu sekolah, mereka menyerangnya, kami berlindung di sekolah lain, mereka membakarnya, kami pergi ke rumah kami, mereka mengebom kepala kami. Kami pergi ke jalan dan menemukan orang-orang mati, dan mayat-mayat terkoyak,” kata Um Mohammed.
“Orang-orang tidak tahu lagi ke mana harus pergi.”
Tentara Israel menuduh sekolah tersebut sebagai kompleks Hamas, dan bahwa serangan tersebut turut membunuh para pejuang yang terlibat dalam serangan 7 Oktober terhadap Israel. Menurut Israel terdapat 20 hingga 30 pejuang Hamas dan Jihad Islam Palestina berkumpul di sekolah tersebut.
Berbicara kepada MEE, orang-orang yang berlindung di sekolah menolak klaim tersebut, dengan mengatakan bahwa tidak ada orang bersenjata di tempat mereka mengungsi.
“Mereka mengatakan bahwa mereka menargetkan pejuang. Pejuang apa? Kami tidak punya senjata, kami datang ke sini untuk keselamatan hanya dengan tenda dan pakaian di badan kami,” Ansam menegaskan.
Kantor media Gaza juga menolak keras klaim Israel. “Israel menggunakan kebohongan terhadap opini publik melalui cerita palsu untuk membenarkan kejahatan brutal yang dilakukan terhadap puluhan pengungsi,” kata Ismail al-Thawabta, direktur kantor tersebut, kepada Reuters.
Serangan di Gaza Tengah
Serangan itu terjadi ketika Israel mengumumkan kampanye militer baru di Gaza tengah, yang membunuh lebih dari 100 warga Palestina sejak Selasa.
Israel mengatakan pihaknya akan terus berperang selama perundingan gencatan senjata, yang tampaknya telah mencapai komplikasi setelah pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh, menegaskan kembali bahwa kelompok tersebut menuntut gencatan senjata permanen dan penarikan penuh pasukan Israel ke Gaza sebagai bagian dari kesepakatan.
“Gerakan dan faksi-faksi perlawanan akan menangani secara serius dan positif setiap perjanjian yang didasarkan pada penghentian agresi secara komprehensif dan penarikan penuh, serta pertukaran tahanan,” katanya.
Pekan lalu, Presiden AS Joe Biden mengumumkan rencana gencatan senjata untuk meredakan perang dan membebaskan tawanan, yang menurut para pejabat AS hampir serupa dengan skema yang telah disepakati oleh Hamas.
Meskipun Biden menyampaikan rencana tersebut sebagai pihak Israel, Israel bersikeras bahwa kesepakatan tersebut harus tetap memungkinkan mereka untuk mencapai tujuannya, yaitu “mengalahkan Hamas”.
Sumber: https://www.middleeasteye.net
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini