Bagi hampir semua orang menunggu adalah pekerjaan paling melelahkan. Tapi tidak bagi orang-orang sabar terbaik di muka bumi ini, penduduk Gaza. Dengan teguh selama 8 (delapan bulan) sejak 30 Maret 2018 tiada henti melangsungkan Pawai Kepulangan Damai meski harus menanggung pahitnya konsekuensi sebuah keteguhan. Namun mereka tetap setia menunggu umat yang tertidur ini bangun.
Pelan-pelan umat mulai menggeliat, jeritan mereka didengar, Gaza mulai bernafas kembali. Pasokan listrik mulai ditambah, gaji para pegawai dibayarkan, bantuan dari negara-negara saudara muslim seperti Qatar mulai masuk. Walau dengan bayaran yang teramat mahal, nyawa ratusan jiwa syuhada dan puluhan ribu orang terluka hingga cacat korban penembak jitu israel. Dan terakhir nyawa asy-syaahid Abu ‘Audah menjadi bayaran untuk diperluasnya wilayah tangkapan bagi nelayan Gaza dari 9 mil meluas menjadi 20 mil.
Tentunya Gaza belum bernafas lega, blokade belum dicabut. Namun titik terang itu membuat kita turut bahagia.
Delapan bulan mereka tak surut menemukan terus energi dahsyat tak kenal kecut. Memastikan selalu hadir tiap harinya di perbatasan Gaza Utara, tempat setiap detik nyawa bisa melayang.
32 pekan menunggu, sungguh bukan musuh yang mereka nantikan kekalahannya, karena janji Allah pasti. Hakikatnya kitalah yang ditunggu. Layaknya mereka yang menghadirkan jiwa, hati dan seluruh hari-harinya untuk Palestina merdeka dan Al-Aqsa terbebas. Adakah kita hadir?
Bannasari
(Ketua Bid. Kajian Adara Relief International)