Berusia lebih dari 1.000 tahun, menara masjid agung Aleppo menjulang ke langit kota terbesar di Suriah. Namun, kini bangunan tinggi itu tinggal puing, salah satu korban dari perang bersaudara yang tak berkesudahan.
Menara masjid agung Aleppo bentuknya berbeda. Tidak seperti menara lainnya yang biasanya silinder, bangunan itu berbentuk kotak panjang dan letaknya di persimpangan.
Bangunan batu bata itu memiliki tinggi 45 meter berwarna merah jambu muda. Dihiasi tulisan Arab dan berdiri di tengah-tengah kota.
Menara tersebut berkisah tentang riwayat Aleppo–atau Halab dalam bahasa Arab. Salah satu kota tertua yang pernah diduduki oleh manusia.
Dalam masjid itu disebut-sebut bersemayam Nabi Zakaria. Dibangun pada awal Abad ke-8, masjid dan menara itu menjadi saksi sejarah kependudukan suku Fatimid, Abbasid, Bizantium, Armenia, Mongolia hingga momen gempa bumi.
“Ketika memasuki halamannya seakan Anda berada di ‘dunia lain’ ,” kata arkeolog dan seniman, Zahed Tajeddin, seperti dilansir BBC Magazine, Kamis (3/3/2016). Tajeddin lahir dan besar di Aleppo, namun kini ia tinggal di London.
“Murni, bersih dan diri Anda terlindung dari keriuhan, kemacetan lalu lintas, dan kebisingan. Kita akan melihat langit membiru. Terasa ketenangan, kedamaian dan ketentraman. Dan yang jadi pusat bukanlah masjid, melainkan menaranya yang berbentuk aneh namun magis,” ujarnya lagi.
Menara itu nyaris berusia 1.000 tahun ketika runtuh saat musim semi 2013. Tentara Suriah dan pemberontak saling menyalahkan satu sama lain atas kehancuran itu.
“Menara itu bagaimanapun tidak selaras dengan bangunan masjid. Bangunan itu jelas jauh dari proporsional, lebih besar, dan justru paling menarik perhatian,” kata Nasser Rabbat, ahli sejarah Suriah dari Massachusetts Institute of Technology.
“Aku rasa masjid itu kehilangan keindahan, seiring dengan runtuhnya menara tersebut,” ujarnya lagi.