Kisah perjalanan Rasulullah ﷺ dalam peristiwa Isra’ dan mi’raj memerlukan berbagai kitab untuk ditadaburi setiap bagiannya, sebab kisah ini merupakan sebuah perjalanan Gaib yang telah dibuka oleh Allah Swt kepada hamba-Nya yang beriman. Maka, marilah kita berhenti sejenak untuk mengambil beberapa pelajaran dan rahasia dari perjalanan mulia tersebut.
Allah Swt mengabadikan peristiwa Isra’ Mi’raj dalam surah al-Isra ayat 1, sebagaimana firman Allah:
سُبْحَانَ الَّذِي أَسْرَىٰ بِعَبْدِهِ لَيْلًا مِنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ إِلَى الْمَسْجِدِ الْأَقْصَى الَّذِي بَارَكْنَا حَوْلَهُ لِنُرِيَهُ مِنْ آيَاتِنَا ۚ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْبَصِيرُ
Artinya: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”
Dalam buku-buku shirah juga dijelaskan bahwa peristiwa ini terjadi pada saat Rasulullah ﷺ kehilangan istri beliau, Khadijah ra, dan pamannya, Abu Thalib. Dua orang ini merupakan sosok yang sangat penting bagi Rasulullah saw dan selalu menopang dakwah beliau dalam menyebarkan syariat Islam. Bersamaan dengan kehilangan besar itu pula beliau ditolak oleh penduduk Thaif; beliau dilempari batu hingga bercucuran darah, bahkan gigi beliau copot.
Setelah melewati begitu banyak kesedihan dan penderitaan, Nabi Muhammad ﷺ diberikan anugerah yang sungguh indah dan menghibur oleh Allah Swt. Pada tanggal 27 Rajab, setahun sebelum Rasulullah ﷺ hijrah ke Madinah, beliau diperjalankan tidak hanya ke Tempat Suci dan melintasi angkasa, melainkan hingga ke Hadirat Ilahi, sumber segala kenyamanan dan harapan. Oleh karena itu, salah satu hikmah terpenting dari Isra’ dan Mi’raj adalah bahwa ‘setiap kesulitan pasti diiringi dengan kemudahan’ (Al-Insyirah (94): 5).
Perjalanan ajaib ini diyakini merupakan perjalanan jasmani dan rohani yang dilakukan Rasulullah ﷺ dan tidak pernah terbayang pada masanya. Hal ini merupakan bukti kebesaran Allah Swt Yang Maha Kuasa, sekaligus mengukuhkan kenabian Rasulullah ﷺ yang melampaui pemahaman manusia. Sebuah perjalanan dari Makkah di Semenanjung Arabia ke Al-Quds (Yerusalem) di Palestina, yang biasanya memakan waktu berbulan-bulan, diselesaikan oleh Rasulullah ﷺ hanya dalam satu malam.
Dengan demikian, Isra’ dan Mi’raj memperlihatkan bahwa sesuatu yang bersifat khayalan dan tidak mungkin terjadi menurut logika manusia, nyatanya dapat terjadi dengan izin Allah. Melalui peristiwa agung ini, ada banyak pelajaran dan ilmu yang harus dipahami oleh orang-orang yang beriman, bahwa Isra’ Mi’raj bukan sekadar perjalanan singkat atau penggalan cerita dalam perjalanan hidup Rasulullah ﷺ, melainkan sebuah lautan hikmah yang luas tanpa tepi.
Allah berfirman dalam surah al-Jin ayat 26–28:
عَالِمُ الْغَيْبِ فَلَا يُظْهِرُ عَلَىٰ غَيْبِهِ أَحَدًا
إِلَّا مَنِ ارْتَضَىٰ مِنْ رَسُولٍ فَإِنَّهُ يَسْلُكُ مِنْ بَيْنِ يَدَيْهِ وَمِنْ خَلْفِهِ رَصَدًا
لِيَعْلَمَ أَنْ قَدْ أَبْلَغُوا رِسَالَاتِ رَبِّهِمْ وَأَحَاطَ بِمَا لَدَيْهِمْ وَأَحْصَىٰ كُلَّ شَيْءٍ عَدَدًا
Artinya : “(Dia adalah Tuhan) Yang Mengetahui yang gaib, maka Dia tidak memperlihatkan kepada seorang pun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di belakangnya. Supaya Dia mengetahui, bahwa sesungguhnya rasul-rasul itu telah menyampaikan risalah-risalah Tuhannya, sedang (sebenarnya) ilmu-Nya meliputi apa yang ada pada mereka, dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.”
Di antara hikmah peristiwa Isra’ dan Mi’raj yang penting untuk diketahui adalah:
1. Terintegrasinya akidah dan syariat
Nabi kita Muhammad ﷺ membawa syariat Islam dengan misi kalimat Laa ilaaha illallah, tidak ada Tuhan kecuali Allah. Dengan keyakinan tersebut maka seorang muslim tidak akan meragukan apa pun yang datang dari Allah, sebagaimana Abu Bakar as-Shiddiq yang langsung membenarkan peristiwa Isra’ Mi’raj pada saat yang lain mempertanyakan, mendustakan, bahkan mengejek Rasulullah ﷺ karena dianggap berbohong.
Selain persoalan akidah, Isra Mi’raj juga mengandung pendidikan syariat. Dalam peristiwa tersebut Allah Swt mewajibkan salat yang awalnya 50 kali diringankan menjadi hanya lima kali dalam sehari, yakni salat Subuh, Zuhur, Asar, Magrib, dan Isya. Awalnya, umat Islam melaksanakan salat 5 waktu dengan menghadap ke Masjid al-Aqsa dan itu berlangsung selama 16 bulan.
Dalam buku Situs-Situs dalam Al-Qur’an karya Syahruddin el-Fikri dijelaskan Ibrah dari penetapan Masjid al-Aqsa sebagai kiblat pertama umat Islam, yaitu:
- Masjid al-Aqsa merupakan tempat yang suci dan bebas dari berbagai sesembahan, berbeda dengan Masjidil Haram yang pada saat itu kondisinya telah dipenuhi oleh berhala.
- Agar tidak dipahami oleh kafir Quraisy bahwa Rasulullah ﷺ seolah mengakui berhala-berhala mereka. Namun demikian, Rasulullah ﷺ selalu berdoa agar arah kiblat bisa kembali ke Masjidil Haram, masjid pertama yang dibangun di muka bumi oleh Nabi Adam as serta ditinggikan atau disempurnakan bangunannya oleh Nabi Ibrahim as dan anaknya, Nabi Ismail as.
2. Terkoneksinya dunia manusia yang masih hidup dengan yang telah wafat
Dalam peristiwa Isra’ dan Mi’raj terjadi sebuah pertemuan agung dan penuh mukjizat, yakni bertemunya Nabi Muhammad ﷺ dengan para nabi sebelumnya yang telah wafat. Rasulullah ﷺ kemudian menjadi imam salat bagi seluruh nabi dan rasul di tempat yang mulia, yaitu Masjid Al-Aqsa, kiblat pertama umat Islam Setelah itu, beliau ﷺ naik ke langit dan bertemu dengan penghuni langit, yaitu malaikat, para nabi, dan juga penghuni surga dan neraka.
3. Rahasia kemuliaan waktu dan tempat yang disinggahi Rasulullah
Allah Swt, Raja di atas muka bumi ini, dengan kesempurnaan ilmu-Nya, begitu detail menentukan stasiun-stasiun persinggahan dalam perjalanan Isra Mi’raj yang penuh berkah ini. Dari Masjidil Haram ke Masjid Al-Aqsa, lalu naik ke langit ketujuh. Melalui persinggahan ini, secara tidak langsung Allah memberikan gambaran kepada hamba-Nya akan keutamaan dan kerahasiaan tempat-tempat tersebut.
Waktu malam yang telah ditentukan juga memberikan makna sangat dalam bahwa malam hari merupakan waktu utama bagi manusia untuk terhubung dengan Allah sang pencipta alam; waktu utama terhubungnya antara dunia dan akhirat, sehingga seorang hamba dapat mendekat kepada Allah dengan lebih dekat lagi. Imam al-Qadhi ‘Iyadh menjelaskan keutamaan salat malam yaitu sebagai wasilah untuk taqarrub illallah atau mendekatkan diri kepada Allah, menjauhkan diri dari maksiat, dan dapat melebur dosa-dosa.
Hal ini sebagaimana dituliskan oleh Imam Muhammad Abdurrauf Al-Munawi dalam kitab Faydhul Qadir Syarh Jami’ish Shaghir:
قيام الليل قربة تقربكم إلى ربكم وخصلة تكفر سيئاتكم وتنهاكم عن المحرمات
{إن الصلاة تنهى عن الفحشاء والمنكر }
“Menghidupkan waktu malam (salat malam) adalah jalan bagi kalian untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, wasilah untuk melebur dosa-dosa, dan mencegah dari sesuatu yang haram sebagaimana firman Allah “Sesungguhnya salat mencegah perbuatan keji dan mungkar”.
Eva Muzlifah, Lc., M.A.
Ketua Koalisi Daiyah Indonesia
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini