Mengkaji strategi pembebasaan Al Quds oleh Salahuddin Al-Ayyubi memang tidak habis dalam satu kesempatan. Untuk itu, dalam tiga kali pertemuan daring, pembahasan dibagi menjadi tiga tema pula. Diawali dengan “Konsolidasi Mesir, Nubia, Afrika Utara, dan Yaman” pada 15 Oktober 2020.
Sebagaimana kita ketahui, Salahuddin dibesarkan di Mesir. Di sana, ia banyak belajar dari beberapa kisah mengenai bagaimana kemenangan bisa tertunda bahkan mengalami kemunduran. Hal itu tentu tidak melecutkan semangatnya. Ia yakin bahwa tantangan itu harus dihadapi. Salahuddin sangat paham bahwa untuk membebaskan Al Aqsa, Kairo di Mesir dan Damaskus di Suriah adalah kuncinya.
Mesir yang saat itu dikuasai oleh Fathimiyah berada dalam kondisi yang buruk. Pemerintahannya dikelola oleh Syiah yang korup. Sementara rakyatnya sebagian besar adalah Sunni yang membuat masyarakat Mesir saat itu banyak berselisih mengenai mahzab.
Di saat yang sama, kaum elit justru memeras rakyat dengan pajak yang sangat tinggi. Sementara personil pengumpul pajak berlaku layaknya perampok.
Mesir memang wilayah yang strategis. Setiap perjalanan haji yang datang dari arah barat akan melewati daerah tersebut. Hal ini menjadi kesempatan bagi kaum elit pemerintahan Syiah Fathimiyah untuk memberikan berbagai jenis pajak.
Namun, dengan kepiawaian Salahuddin dalam administrasi kenegaraan, ia mampu menyelamatkan keuangan pemerintahan. Kekuatan pasukannya juga kemudian mampu merebut wilayah Mesir pada tahun 1173-1174.
Suatu ketika, Salahuddin mendapat kabar bahwa ada yang berniat merebut kekuasaan di Yaman dan mengaku sebagai Imam Mahdi. Meskipun secara geografis, Yaman berada jauh dari Palestina, tetapi Salahuddin tidak ingin masyarakat bertindak gegabah. Hal ini dapat memicu beragam masalah, sehingga persoalan Palestina tidak terselesaikan. Salahuddin berprinsip bahwa dalam perjuangan pembebasan Al Aqsa, tidak bisa diselesaikan dengan terburu-buru (isti’jal).
Agar fokus perjuangan Palestina tidak terganggu, maka diutuslah saudara kandungnya, Syamsuddaulah Al Malik Al Mu’azhim Turansyah. Di Yaman, banyak ulama tinggal di sana dan Salahuddin membutuhkan dukungan banyak pihak, terutama ulama. Ia menganggap kakaknya sangat cocok untuk mengatasi kondisi di sana saat itu.
Alasan lain Salahuddin berusaha menguasai Yaman adalah alasan ekonomi. Yaman merupakan pusat perdagangan. Seluruh akses perdagangan dari timur akan melewati wilayah ini. Maka dalam peperangan, selain menghitung kekuatan militer, kekuatan dana untuk menopangnya pun perlu diperhitungkan.
Syamsuddaulah Al Malik Al Mu’azhim Turansyah memenangkan Yaman atas izin Allah subhanahu wa ta’alla. Ia berhasil mengeksekusi pemberontak. Selain alasan ekonomi, Syamsuddaulah Al Malik Al Mu’azhim Turansyah juga diutus untuk membersihkan faksi-faksi Syiah yang terpecah.
Setelah Yaman, Aswan yang berada di bagian selatan Mesir menjadi target pemecahan masalah selanjutnya. Sekitar 80% penduduk Mesir tinggal di sepanjang aliran sungai Nil. Pada masa itu, Mesir adalah eksportir terbesar gandum di wilayah timur tengah.
Pada saat penaklukan Mesir, Salahuddin benar-benar memastikan bahwa tidak ada satu pun pejabat Syiah di lingkungannya. Bahkan institusi Pendidikan seperti Al Azhar yang dibangun oleh Fathimiyah, benar-benar dipastikan memiliki tenaga pengajar yang bersih, yang Ahlus-Sunnah wal Jama’ah.
Dari wilayah Aswan ini, tersebutlah Al-Kanz, seorang mantan pejabat Mesir Fathimiyah yang melarikan diri ke selatan Mesir. Ia ternyata mengumpulkan kekuatan dan mengatur rencana pemberontakan. Dengan mengumpulkan kekuatan dari Pasukan Sudan yang berani mati, ia mengiming-imingi mereka dengan kekuasaan pembagian kekuasaan. Namun sekali lagi, Salahuddin berhasil melumpuhkan pemberontakan yang ada di sekitarnya.
Salahuddin sangat memahami pentingnya pendidikan bagi generasi penerus. Saat terjadi peperangan, para ulama diungsikan ke wilayah yang lebih aman. Mereka adalah aset yang berharga, yang dapat mendidik generasi baru agar memiliki kekuatan pikiran dan fisik yang handal. Para generasi penerus ini akan maju melakukan pembebasan, yang dipimpin oleh para ulama tersebut.
Selama kurang lebih dua jam pertemuan, peserta yang hadir dalam kajian ini banyak melempar pertanyaan seputar kisah Salahuddin dan strategi-strategi yang digunakannya. Di antaranya, mengenai program wakaf guna mengentaskan permasalahan ekonomi umat, sampai pada masalah pendidikan yang tepat untuk saat ini.
Keingintahuan peserta akan kisah perjuangan Salahuddin Al-Ayyubi kembali digali pada pertemuan sesi, yaitu Konsolidasi Mesir dan Suriah pada Kamis, 22 Oktober 2020.
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini seputar Program Bantuan Adara untuk Palestina.
Klik disini untuk cari tahu lebih lanjut tentang program donasi untuk Palestina.