Pada 29 Oktober 2020, kajian fenomenal tentang sejarah Salahuddin sampai pada Perang Hittin dan pembebasan Al Quds, yang mana pembahasan ini merupakan tema pamungkas. Digambarkan bagaimana kesabaran seorang Salahuddin dalam mengorganisasikan kekuatan-kekuatan yang ia miliki untuk sampai pada daerah Hittin.
Yerusalem saat itu dikuasai oleh Pasukan Salib dari Perancis, dengan rajanya bernama Raja Guy De Lusignan. Raja ini memiliki perjanjian gencatan senjata dengan Salahuddin.
Ada sebuah daerah di timur sungai Yordan bernama Krak, sebuah daerah miskin yang dipimpin oleh Renaud de Chatillon (1186-1187). Wilayah Krak ini merupakan jalur perdagangan dari Damaskus ke Mekkah-Madinah, dan sebaliknya. Didasari rasa benci dan permusuhan terhadap kaum muslimin, Renaud de Chatillon melakukan perampokan terhadap rombongan karavan yang melintasi Krak. Namun raja saat itu tidak mampu mendesak Renaud untuk melepaskan tawanan.
Kejadian perampokan ini bukan hanya sekali terjadi. Salahuddin kerap kali meminta Raja Yerusalem untuk mencopot Renaud dari jabatannya, tapi tidak diindahkan karena masalah kekerabatan. Untuk menunjukkan izzah-nya, maka Salahuddin menyatakan berakhirnya gencatan senjata, lalu mendeklarasikan jihad pada kaum muslimin.
Seruan jihad Salahuddin bukan tanpa pertimbangan. Pada 20 Maret 1187, Al Adil yang menjabat sebagai Gubernur Mesir menggerakkan pasukannya ke perbatasan. Saat itu, Mesir menjadi tulang punggung kekuatan Salahuddin. Pada akhir Maret 1187, Admiral Husamuddin Lu’lu pun mengerakkan 15 armada kapalnya dari Kairo ke Iskandariyah. Kemudian Salahuddin pun menjalankan strateginya untuk memancing sang Raja Yerusalem keluar dari Al Quds. Awal April 1187, Salahuddin menggelar pasukannya di Ra’s Ma’i (selatan Yordan) dan mengumumkan jihad besar dan tidak ada negosiasi setelah ini.
Pada saat ini, kepiawaian Salahuddin sebagai politisi terlihat dalam menjalankan lobi-lobi politiknya. Ia dapat membaca siapa yang bisa ia jadikan kawan meskipun orang tersebut berada dalam kubu musuh. Salahuddin mampu mendekati salah satu penasehatnya, yaitu Count Raymond yang memimpin di sekitar Tiberias. Ia menjaga komunikasi dan berhubungan baik dengan Count Raymond. Alhasil, banyak info yang ia dapatkan dari Count Raymond.
Salahuddin mengutus Taqiyuddin dan pasukannya menuju Halab, sebelah utara Aleppo, guna memutus jalur strategis antara Yerusalem dengan daerah kekuasaan lainnya. Taqiyuddin melobi gubernur yang berada di utara untuk tidak mengirimkan pasukan saat Salahuddin menyerang Al Quds. Atau setidaknya tidak memihak. Ini juga merupakan kehandalan Salahuddin, yaitu kemampuannya memecah belah musuh.
Salahuddin memang penuh perhitungan. Saat ia meninggalkan Al Afdhal menuju Busra guna mengawasi rute kembalinya jamaah haji, ia pun mampu memperkirakan kedatangan pasukan dari Mesir yang bersamaan dengannya. Salahuddin mulai menekan wilayah Oultrejordain sambil menunggu pasukan Al Adil sampai di Aqabah. Saat itu, Renaud hanya memperhatikan posisi Salahuddin di utara saja, padahal pasukan Al Adil telah tiba di Aqabah. Pada akhirnya, Salahuddin menyerbu Krak bersamaan dengan datangnya pasukan Al Adil. Krak berhasil ditaklukkan tetapi Renaud mampu kabur. Kesabaran Salahuddin menjadi penentu kemenangannya, ia selalu memastikan semua berjalan sesuai rencana.
Agung Waspodo pun berpesan, perjuangan membela Palestina jangan hanya ada saat kita merasa aman. Namun dalam kondisi tertekan pun, kita harus tetap memperjuangkannya. Di saat kita berhasil membebaskan Al Quds, maka kaum kuffar sudah dapat menghitung mundur keruntuhan negeri-negerinya. Maka saat ini, mereka akan secara maksimal mendukung Israel dengan segala cara dan upaya agar tetap berada di Palestina. Untuk itu, perjuangan kita bukan hanya membangun kesadaran umat untuk membantu Palestina, tetapi juga memberi pemahaman bahwa siapapun yang mendukung perjuangan Palestina pasti akan mendapatkan tekanan. Kita harus mempersiapkan diri utnuk menghadapi tekanan. Sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’alla bersama orang-orang yang sabar.
Kembali ke saat Salahuddin menaklukkan Krak. Jarak Salahuddin untuk sampai ke Al Quds hanya dipisahkan oleh Laut Mati. Namun hal ini tidak dilakukan oleh Salahuddin. Ia malah mengambil jalan ke utara. Hal ini dilakukan untuk memancing Raja keluar dan melakukan peperangan di tempat yang telah disiapkan oleh Salahuddin. Strategi Salahuddin adalah mengalahkan musuh di tempat di mana musuh memiliki kekuatan paling sedikit.
Pada 1 Mei 1187, Batalion pengintai Muzaffaruddin Gokbori (dari jazirah) bersama Qymaz An-Njmi (Damaskus) dan Didirim Ar Yaruqi (Halab) masuk ke wilayah Count Raymond di Tiberius, dekat Tiberias. Salahuddin meminta ijin untuk memasuki wilayah tersebut guna melakukan inspeksi ke daerah yang diduga menjadi tempat persembunyian Renaud. Kemudian Count Raymond mengizinkan.
Melihat ada pasukan muslim masuk, Gerard de Redefort bersama 130 kavaleri templar serta 400 infanteri menghadang batalion tersebut. Untuk diketahui, kavaleri templar ini merupakan ordo militer yang gigih bertarung, pastur-pastur perbatasan yang memiliki fanatisme terhadap agama dan siap mati demi ordonya. Inilah pasukan elit yang dimiliki Yerusalem saat itu. Strategi pancingan Salahuddin mampu menyulut emosi pasukan templar yang akhirnya membuat Raja Yerusalem keluar dari Al Quds.
Salahuddin telah merencanakan segalanya dengan matang, mulai dari membaca pola cuaca, arah angin, dan lain-lain. Semuanya ia siapkan selama 18 tahun. Ia mencari tempat di mana tidak ada mata air bagi pasukan musuh, membakar tempat pertempuran guna mengalihkan konsentrasi pasukan musuh, sehingga musuh tidak bisa mundur dan terpaksa maju ke arah jebakan berikutnya. Bahkan pasukan yang berada di sebelah selatan (yang akan terkena asap) telah dibekali dengan penutup muka. Peralatan perang juga disesuaikan dengan strategi yang dilancarkan. Ia pun meminta agar seluruh pasukannya memiliki kemampuan memanah. Hal terpenting adalah ketaatan pasukan Salahuddin, sulit dicari tandingannya.
Pasukan musuh terdiri dari 3 bagian, yaitu bagian depan yang dipimpin oleh Count Raymond, bagian tengah yang dipimpin oleh Raja, dan bagian belakang yang dipimpin oleh Baliem. Baliem adalah sosok yang pragmatis, ia tidak akan bertahan bila tidak menguntungkan dirinya. Setelah pasukan musuh bagian depan dan belakang dilepaskan, yang tersisa hanya pasukan Raja dan Count Raymond. Hingga akhirnya, Pasukan Salib berhasil ditaklukan di tebing Hittin.
Salahuddin tidak menghabisi semua pimpinan pasukan karena berharap mereka bersedia masuk Islam. Pasca Hittin, penaklukan Al Quds jauh lebih mudah karena pasukan elit Yerusalem telah habis. Sementara itu, armada kapal yang dipimpin oleh Husamuddin Lu’lu memenuhi pantai sepanjang Palestina guna memastikan bahwa tidak ada logistik yang masuk dari luar. Begitu membaca situasi bahwa Yerusalem terkepung, Baliem akhirnya menyerah.
Salahuddin bukan seorang pendendam. Bahkan ia membiarkan orang-orang Nasrani keluar dengan aman. Yang tidak dapat menebus dirinya, maka Salahuddin lah yang membayar agar mereka dapat keluar dengan aman. Dibuatlah koridor yang dijaga oleh pasukan agar mereka keluar tanpa disakiti. Salahuddin berusaha memutus siklus kedengkian. Inilah yang membuat lawan menyerah tetapi tidak pula memusuhinya.
Demikian serial kajian mengenai “Strategi Salahuddin Mengembalikan Kedamaian di Palestina, Pelajaran Penting Bagi Pecinta Al Aqsa Masa Kini” dalam tidak sesi pertemuan berlangsung. Serial kajian diakhiri dengan pesan dari Ketua Adara Relief International, Sri Vira Chandra, agar kita dapat memberikan kontribusi apapun sesuai dengan kemampuan kita. Semoga semangat Salahuddin tetap terjaga dan dapat diwariskan kepada generasi penerus.
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini seputar Program Bantuan Adara untuk Palestina.
Klik disini untuk cari tahu lebih lanjut tentang program donasi untuk Palestina.