Israel kembali melanggar status quo di dua situs suci umat Islam yaitu Masjid Al-Aqsa di Al-Quds (Yerusalem) dan Masjid Ibrahimi di Al-Khalil (Hebron) dengan dalih perayaan hari raya Yahudi.
Pada Rabu (8/10), Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben Gvir, memimpin ratusan ekstremis Yahudi dalam penyerbuan ke kompleks Masjid Al-Aqsa pada hari kedua perayaan Sukkot. Di bawah perlindungan pasukan bersenjata berat, mereka melakukan ritual keagamaan di pelataran masjid, tindakan yang secara terang-terangan melanggar status quo yang diakui secara internasional. Aturan tersebut menetapkan bahwa Al-Aqsa adalah situs ibadah eksklusif bagi umat Islam.
Menurut Departemen Wakaf Islam Al-Quds (Yerusalem), sekitar 1.300 pemukim Israel menyerbu Al-Aqsa pada hari itu, sementara 500 lainnya dilaporkan merambah Al-Aqsa sehari sebelumnya. Polisi Israel dilaporkan mengusir jemaah Palestina dari kompleks masjid, memperketat penjagaan di sekitar gerbang, serta menempatkan pasukan tambahan untuk mengamankan masuknya para pemukim.
Lembaga pemantau Israel, Ir Amim Association, memperingatkan bahwa otoritas Israel kian menguasai Masjid Al-Aqsa dengan memanfaatkan hari-hari raya Yahudi untuk meningkatkan kehadiran pemukim dan menekan umat Islam. Tindakan tersebut mencakup pembatasan usia, pelarangan masuk secara sewenang-wenang, pengusiran jemaah dan aktivis, serta penghalangan kerja pemeliharaan oleh Wakaf Islam.
Sementara itu, di Al-Khalil, pasukan pendudukan Israel menutup seluruh area Masjid Ibrahimi bagi umat Muslim pada Rabu dan Kamis, juga dengan alasan hari raya Yahudi. Penutupan ini mencakup semua ruang salat dan halaman, melarang umat Islam beribadah di dalamnya.
Selama beberapa tahun terakhir, pembatasan di Masjid Ibrahimi terus meningkat termasuk pelarangan azan, pemeriksaan ketat, serta pembatasan gerak bagi pengurus masjid. Kawasan masjid kini sepenuhnya berada di bawah kendali militer Israel, dengan sekitar 400 pemukim Yahudi yang dilindungi oleh 1.500 tentara.
Setelah pembantaian 1994 yang membunuh 29 jamaah Palestina oleh seorang pemukim Yahudi, Israel secara sepihak membagi area masjid: 63 persen untuk Yahudi dan 37 persen untuk Muslim. Berdasarkan pengaturan sepihak itu, masjid ditutup total bagi umat Islam pada sepuluh hari raya Yahudi setiap tahun. Namun, sejak awal genosida di Gaza pada Oktober 2023, Israel terus menolak memberi akses penuh bagi umat Islam, bahkan pada hari besar keagamaan mereka sendiri.
Tindakan Israel di kedua situs suci ini menunjukkan pola sistematis penguasaan dan penyingkiran umat Islam dari tempat-tempat ibadah mereka, memperdalam pelanggaran terhadap hukum internasional dan memperburuk ketegangan di Al-Quds (Yerusalem) serta Tepi Barat.
Sumber:
Palinfo, MEE