Dr. Ola Awad, Presiden Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS), meninjau situasi geografis, demografi, dan ekonomi Rakyat Palestina pada Peringatan Tahunan Nakba ke-76, yang berlangsung pada 15 Mei setiap tahunnya.
Nakba: Pembersihan Etnis yang Berkelanjutan, Pengusiran Warga Palestina, Kolonialisme dan Pengambilalihan Tanah Palestina
Nakba di Palestina menggambarkan proses pembersihan etnis, yakni negara asli yang tidak bersenjata dihancurkan dan penduduknya mengungsi secara sistematis untuk digantikan oleh penjajah Yahudi dari seluruh dunia. Nakba mengakibatkan mengungsinya lebih dari 1 juta dari 1,4 juta warga Palestina yang tinggal di 1.300 desa dan kota Palestina bersejarah pada tahun 1948.
Mayoritas pengungsi Palestina berakhir di negara-negara Arab, di Tepi Barat dan Jalur Gaza, serta negara-negara lain di dunia.
Menurut bukti dokumenter sejarah, penjajahan Israel menguasai 774 kota dan desa serta menghancurkan 531 kota dan desa di Palestina selama Nakba. Kekejaman pasukan Zionis juga mencakup lebih dari 70 pembantaian yang menewaskan lebih dari 15 ribu warga Palestina. Israel telah melancarkan agresinya sejak Nakba, dan telah meningkat tajam selama agresi saat ini terhadap Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023. .
Lebih dari 134.000 Syuhada sejak Nakba 1948
Jumlah syuhada Palestina dan Arab yang terbunuh sejak Nakba 1948 hingga saat ini (di dalam dan di luar Palestina) mencapai lebih dari 134.000 syuhada. Sementara itu, jumlah syuhada di Palestina sejak dimulainya agresi pendudukan Israel terhadap Jalur Gaza pada 7 Oktober 2023 hingga 7 Mei 2024 mencapai sekitar 35 ribu syuhada; lebih dari 14.873 anak-anak dan lebih dari 9.801 wanita, serta lebih dari 141 jurnalis menjadi martir menurut catatan Kementerian Kesehatan Palestina.
Selain korban jiwa, lebih dari 7.000 warga terluka yang sebagian besar adalah perempuan dan anak-anak. Jumlah syuhada di Tepi Barat mencapai angka 492 sejak dimulainya agresi Israel pada 7 Oktober 2023.
Permukiman Israel: Ekspansi Berkelanjutan
Pada akhir tahun 2022, terdapat 483 lokasi pendudukan dan pangkalan militer Israel di Tepi Barat, termasuk 151 permukiman dan 25 pos terdepan yang dihuni dan dianggap sebagai permukiman yang sudah ada.
Adapun jumlah pemukim di Tepi Barat, mencapai 745.467 pemukim pada akhir tahun 2022. Data menunjukkan bahwa sekitar 45,1% pemukim yang tinggal di Kegubernuran Al-Quds (Yerusalem), dengan jumlah mereka mencapai sekitar 336.272 pemukim; dari jumlah tersebut, 246.990 pemukim tinggal di Al-Quds bagian Timur.
Al-Quds (Yerusalem) dianeksasi oleh penjajahan Israel pada1967, diikuti oleh Kegubernuran Ramallah dan Al-Bireh dengan 149.143 pemukim, 98.384 pemukim di Kegubernuran Betlehem, dan 53.455 pemukim di Kegubernuran Salfit. Kegubernuran Tubas & Lembah Utara memiliki jumlah pemukim terendah, yaknii 2.717 pemukim.
Dalam hal demografi, proporsi pemukim terhadap penduduk Palestina di Tepi Barat adalah sekitar 23 pemukim per 100 warga Palestina, sementara di Kegubernuran Al-Quds (Yerusalem), perbandingannya adalah 69 pemukim per 100 warga Palestina. Oleh karena itu, pada tahun 2023 terjadi peningkatan yang signifikan dalam laju pembangunan dan perluasan pemukiman Israel di Tepi Barat, wilayah Palestina yang akan menyaksikan pembangunan lebih dari 18.000 unit hunian baru bagi Israel.
Kerugian Awal Akibat Agresi Israel terhadap Jalur Gaza Mencapai 30 Miliar Dolar AS
Sejak agresi pada 7 Oktober 2023, penjajah Israel telah menghancurkan lebih dari 31 ribu bangunan, 17 ribu bangunan rusak berat, dan 41 ribu bangunan rusak sedang, dengan 104 bangunan diantaranya adalah milik PBB. Data menunjukkan jumlah unit rumah yang hancur total diperkirakan mencapai 86 ribu unit, ditambah rusak sebagian lebih dari 294 ribu unit rumah atau sekitar 70% dari total unit rumah di Jalur Gaza.
Selain kehancuran sekolah, universitas, rumah sakit, masjid, gereja, dan kantor pusat pemerintahan, ribuan lembaga perekonomian dan kawasan pertanian juga hancur, serta seluruh aspek infrastruktur, termasuk jalan, saluran air, listrik, dan saluran pembuangan limbah, yang menjadikan Jalur Gaza tempat yang tidak layak huni untuk bertahan hidup. Kerugian langsung akibat agresi penjajahan Israel terhadap Jalur Gaza diperkirakan mencapai sekitar USD 30 miliar menurut kantor informasi pemerintah.
Selama tahun 2023, penjajahan Israel menghancurkan lebih dari 659 bangunan dan fasilitas, seluruhnya atau sebagian, di Tepi Barat, termasuk 70 operasi penghancuran sendiri di Al-Quds (Yerusalem), menurut data dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA). Selain itu, mereka mengeluarkan 1.333 perintah pembongkaran fasilitas Palestina dengan dalih tidak memiliki izin.
Penyitaan Tanah Secara Berkelanjutan
Penjajahan Israel masih memaksakan kendalinya atas lebih banyak tanah Palestina di Tepi Barat dengan berbagai dalih dan nama, karena wilayah yang disita meningkat dua kali lipat pada tahun 2023 menjadi 5256 hektar, dibandingkan tahun 2022 yang berjumlah 2600 hektar. Sepanjang 2023, telah dikeluarkan 32 perintah penyitaan terhadap sekitar 61,9 hektar tanah Palestina, empat perintah pengambilalihan sekitar 43,3 hektar tanah, dua perintah deklarasi tanah negara seluas kurang lebih 51,5 hektar, serta empat perintah perubahan batas cagar alam yang menyita 4895,9 hektar tanah Palestina. Semua itu adalah bagian dari strategi sistematis dan berkelanjutan untuk menguasai seluruh tanah Palestina dan menghalangi rakyat Palestina memanfaatkan sumber daya alamnya.
Krisis Air dan Kelaparan yang Parah Mengancam Kehidupan Penduduk Jalur Gaza
Penduduk Jalur Gaza kekurangan kebutuhan dasar hidup, termasuk perumahan, makanan, dan air. Badan Bantuan dan Pekerjaan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) mengindikasikan bahwa tidak kurang dari 70% penduduk Jalur Gaza berisiko mengalami kelaparan. Ini berarti penduduk Jalur Gaza menderita kelaparan yang sangat parah, menjadikannya salah satu wilayah paling kelaparan di dunia.
Data menunjukkan bahwa 90% anak-anak berusia 6 hingga 23 bulan dan wanita hamil mengalami kekurangan nutrisi yang parah, dan lebih dari 30 warga Palestina kehilangan nyawa karena kelaparan dan dehidrasi, sebagian besar di antaranya adalah anak-anak.
Jalur Gaza juga mengalami krisis akses air yang parah. Dalam kondisi normal sebelum 7 Oktober 2023, rata-rata konsumsi air per kapita di Jalur Gaza diperkirakan sekitar 84,6 liter per orang per hari. Namun, sejak awal agresi pendudukan Israel, angka ini turun menjadi hanya 3–15 liter per orang per hari.
Realitas Demografis: Populasi Palestina Meningkat Dua Kali Lipat sejak Nakba tahun 1948
Jumlah penduduk Palestina pada tahun 1914 sekitar 690 ribu; populasi Yahudi hanya 8%. Pada 1948, jumlah warga Palestina melebihi 2 juta; dengan 31,5% di antaranya adalah orang Yahudi. Kenaikan persentase populasi Yahudi ini terutama terjadi antara tahun 1932 dan 1939, ketika jumlah imigran Yahudi ke Palestina mencapai 225 ribu orang. Antara tahun 1940 dan 1947, lebih dari 93 ribu orang Yahudi masuk ke Palestina. Dengan demikian, Palestina menerima sekitar 318 ribu orang Yahudi antara tahun 1932 dan 1947 dan lebih dari 3,3 juta dari tahun 1948 hingga 2023.
Meskipun lebih dari satu juta warga Palestina mengungsi pada tahun 1948, dan lebih dari 200 ribu warga Palestina (sebagian besar ke Yordania) mengungsi setelah perang tahun 1967, populasi Palestina di dunia berjumlah 14,63 juta orang pada akhir tahun 2023. Ini berarti bahwa jumlah warga Palestina di dunia meningkat sekitar 10 kali lipat sejak Nakba.
Jumlah warga Palestina yang menetap di Palestina yang bersejarah mencapai sekitar 7,3 juta, sedangkan jumlah warga Israel mencapai 7,2 juta pada akhir tahun 2023. Ini berarti jumlah warga Palestina mewakili 50,3% dari total populasi yang tinggal di Palestina, sementara orang Yahudi berjumlah 49,7%. Namun, pendudukan Israel mengeksploitasi lebih dari 85% dari total lahan di Palestina yang bersejarah (27.000 km2).
Jalur Gaza Merupakan Salah Satu Populasi Terpadat di Dunia
Kepadatan penduduk di Palestina pada akhir tahun 2023 adalah 921 individu per kilometer persegi (km²): 582 individu/km² di Tepi Barat dan 6.185 individu/km² di Jalur Gaza. Sekitar 66% dari total populasi Jalur Gaza adalah pengungsi.
Banyaknya pengungsi menjadikan Jalur Gaza sebagai salah satu wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi di dunia. Terlebih lagi, setelah ratusan ribu warga mengungsi ke Kegubernuran Rafah, menjadikan 1,5 juta orang tinggal di wilayah seluas tidak lebih dari 65 km² selama agresi pendudukan Israel ke Jalur Gaza sejak 7 Oktober 2023.
Lebih dari 9.400 Tahanan Terkurung di Penjara Israel
Menurut data Komisi Urusan Tawanan dan Mantan Tawanan, jumlah tawanan di penjara Israel mencapai lebih dari 9.400 pada akhir April 2024, termasuk (3.600) tahanan administratif (ditahan tanpa dakwaan), dan (849) diklasifikasikan oleh pendudukan Israel sebagai (pejuang yang melanggar hukum).
Terdapat 80 perempuan tawanan di penjara pendudukan Israel, dan jumlah anak yang ditahan di penjara pendudukan Israel mencapai (229), sedangkan jumlah kasus penangkapan mencapai lebih dari 8.520 di Tepi Barat sejak 7 Oktober 2023 sampai dengan 25 Maret 2024. Data tersebut belum termasuk kasus penangkapan di Jalur Gaza, mengingat jumlahnya diperkirakan mencapai ribuan.
Lebih Dari 12.000 Serangan Dilakukan oleh Pemukim Ilegal Israel
Pada 2023, pemukim kolonial, di bawah perlindungan tentara pendudukan Israel, melakukan sekitar 12.161 serangan terhadap warga Palestina dan harta benda mereka. Serangan-serangan tersebut mencakup 3.808 serangan terhadap properti dan tempat keagamaan, 707 serangan terhadap tanah dan sumber daya alam, dan 7.646 serangan terhadap individu. Serangan-serangan ini juga menyebabkan pencabutan, kerusakan, dan pembuldozeran lebih dari 21.700 pohon, termasuk sekitar 18.964 pohon zaitun.
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini