Pada hari Selasa (21/3), yang merupakan Hari Ibu di Timur Tengah, ibu dari Mahmoud Ahmidan (27), pemuda yang dibunuh oleh tentara Israel pada tahun 2021, mengumpulkan sekelompok ibu Palestina untuk berdiri di tengah Kota Ramallah. Para ibu mengangkat foto anak-anak mereka, dan menuntut penyerahan jenazah mereka. Kelompok HAM mengatakan Israel menahan mereka sebagai bagian dari strategi hukuman kolektif. Jenazah Mahmoud sendiri masih ditahan di kamar mayat Israel hingga saat ini, dua tahun sejak kematiannya.
Israel masih menahan ratusan jenazah Palestina dan menolak akses keluarga mereka untuk melihat atau menguburkan mereka. Ini menambah rasa sakit mereka setelah kematian anak mereka di tangan tentara Israel. Menurut PBB, Israel memiliki 325 jenazah warga Palestina dan menolak untuk menyerahkannya. Pada Hari Ibu ini, satu-satunya keinginan para ibu adalah agar Israel menyerahkan jenazah anak-anak mereka. Harapan terbesar mereka adalah agar anak mereka dimakamkan di kuburan yang cukup dekat sehingga mereka dapat berkunjung.
Selama beberapa dekade Israel telah menggunakan taktik menahan jenazah yang terbunuh dan melanjutkan praktik tersebut delapan tahun lalu setelah menghentikannya pada tahun 2004. Menurut laporan, Israel menahan jenazah warga Palestina di kuburan rahasia yang dikenal sebagai “kuburan angka”, yang diduga didirikan untuk menguburkan mereka.
Adla Ghattas dari Kamp Pengungsi Dheisheh di Betlehem mengambil mikrofon dan berbicara tentang perasaan para ibu, terutama tentang anak mereka yang tubuhnya ditahan karena pendudukan Israel. Putranya, Fadi, ditembak mati oleh tentara Israel beberapa bulan lalu, dan jenazahnya masih ditahan oleh Israel, karena mereka menolak menyerahkannya kepada keluarganya.
“Tuntutan kami sederhana, mengunjungi makam anak-anak kami, menanam melati dan mawar di atasnya. Kami ingin menutup kuburan anak-anak kami yang menunggu jasad mereka. Di rumah, saya merasa takut untuk membuka lemari es karena saya membayangkan tubuh anak saya berada di dalam lemari es Israel. Saya merasa dia kedinginan dan saya berharap bisa menguburkannya dengan layak, ”kata Adla di antara hadirin yang tampak tersentuh oleh kata-katanya.
Pengacara Muhammad Elayan, yang mengikuti masalah ini di pengadilan Israel, mengatakan bahwa strategi menahan jenazah dilakukan dengan sangat tidak manusiawi. Israel membekukan jenazah Palestina pada suhu -70 derajat celcius, yang menyebabkan perubahan signifikan pada tubuh mereka–sampai-sampai beberapa keluarga tidak mengenali anak mereka sendiri, bahkan setelah mereka diserahkan.
Amjad Abu Sultan, 15, dari Bethlehem, ditembak mati oleh tentara Israel di dekat pos pemeriksaan militer, dan tubuhnya ditahan selama setahun. Ketika jenazahnya diserahkan, tubuhnya membeku dan keluarganya tidak mengenalinya. Saat ibu Amjad berdiri bersama ibu-ibu lainnya, dia menitikkan air mata. Ia tahu betapa sakitnya para ibu ketika putra mereka masih berada di kamar mayat.
“Rasa sakitnya, tentu saja, tidak berakhir dengan penguburan jenazah, tapi setidaknya saya tahu di mana anak saya. Saya mengunjungi makamnya dan menaruh bunga di atasnya. Saya tidak khawatir dia membeku, sementara ada para ibu yang merasakan putranya kedinginan bahkan ketika sudah mati,” katanya.
Sumber:
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini