Pada hari rabu 8 maret 2017 lalu parlemen Israel (Knesset) akhirnya mengetuk palu petanda disetujuinya RUU pelarangan dikumandangkannya adzan pada jam 23.00 – 07.00 di wilayah Palestina jajahan Israel. Sebanyak 500 masjid yang ada di wilayah tersebut dan juga masjid-masjid yang ada di dalam kompleks Al Aqsha ikut terkena aturan tersebut. RUU ini juga mengatur batas volume pengeras suara untuk adzan di setiap waktu sholat. Tak hanya itu, Israel juga memberikan denda sebanyak 1.300 dolar AS hingga 2.600 dolar AS bagi pelanggar kebijakan tersebut.
Dengan dalih utama memekakkan telinga para penduduk yahudi di Yerusalem, kebijakan pelarangan adzan ini dikeluarkan. Jelas hal ini merupakan kebijakan yang dikeluarkan hanya untuk mendiskreditkan ummat Muslim yang saat ini mendiami tanah Palestina yang diinvasi Israel.
Sebab kita ketahui bersama bahwa setiap Jumat dan Sabtu sore juga terdapat suara panggilan untuk melakukan Shabbat bagi kaum Yahudi. Panggilan ini perdengarkan di seluruh penjuru Yerusalem dengan menggunakan pengeras suara, namun tak ada seorangpun yang mempermasalahkan perihal tersebut. Aturan ini hanya ditujukan untuk adzan, dan tidak akan menyentuh mengenai panggilan ajakan Shabbat tersebut.
Namun bila menyelami lebih dalam, alasan tersebut hanya manipulasi semata karena tujuan Israel sesungguhnya adalah ingin melanjutkan program yahudisasi terhadap Al Quds. Israel tidak akan berhenti melakukan manuver hingga Al Quds hancur dan menggantinya dengan kuil haikal (tempat ibadah yahudi). Sebagaimana termaktub dalam surat Al Baqarah ayat 120 yang menyatakan bahwa, “Dan orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan rela kepadamu (Muhammad) sebelum engkau mengikuti agama mereka.” Allah SWT sendiri yang telah memberikan persaksian tentang watak kaum yahudi terhadap ummat Islam.
Sinyalemen Ketakutan Israel
Beberapa kalangan juga menilai bahwa kebijakan ini merupakan ketakutan penduduk Yahudi terhadap eksistensi dari penduduk muslim Arab yang mendiami wilayah yang di klaim sebagai negara Israel. Hingga kini, terdapat 20 persen muslim yang mendiami wilayah yang diklaim sebagai negara Israel sejak Israel menginvasi wilayah Palestina di tahun 1948. Meski kelompok muslim arab ini merupakan minoritas, namun keberadaan mereka diyakini beberapa kalangan telah menggerus eksistensi kelompok Yahudi Israel.
Sinyal ketakutakan kelompok Yahudi terhadap eksistensi muslim Palestina juga dapat ditangkap dari kebijakan penutupan sekolah-sekolah Palestina yang berada di Yerusalem. Bulan lalu misalnya, Israel kembali menutup sebuah sekolah dasar di wilayah Yerusalem Timur karena dituduh memiliki silabus sekolah yang berisi agitasi terhadap Yahudi dan Israel. Meski pihak sekolah mengungkapkan bahwa sekolah Palestina mereka sama dengan sekolah-sekolah lain yang berada di Yerusalem Timur. Namun kementerian pendidikan Israel tidak menggubris keterangan tersebut dan tetap menutup sekolah. Akibatnya, murid-murid sekolah dasar tersebut harus rela belajar di jalanan sebagai bentu protes penutupan sekolah mereka.
Berbagai penekanan terhadap institusi pendidikan di Yerusalem kerap dilakukan Israel untuk menggantikan kurikulum sekolah-sekolah Palestina dengan kurikulum Israel. Selain penutupan sekolah, pemotongan dana adalah salah satu bentuk intervensi tersebut. Israel hanya memberikan separuh dana bantuan pendidikan kepada sekolah-sekolah dengan kurikulum Palestina dibandingkan kepada sekolah-sekolah Yahudi yang menggunakan kurikulum Israel yang berada di Yerusalem.
Secara jelas kita dapat melihat sinyal-sinyal ketakutan Israel yang semakin membesar dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan membabi buta dan di luar nalar. Gaza misalnya, sebuah kota kecil dengan luas 365 kilometer persegi yang dipertahankan oleh penduduk Palestina dari okupasi Israel, masih bisa bertahan hingga hari ini. Meski mereka hanya dijatah listrik 8 jam per hari atau dengan kata lain selama 16 jam setiap harinya hidup tanpa listrik namun tak ada keluh kesah yang berarti. Meski blokade telah diberlakukan oleh Israel selama 12 tahun lamanya.
Tiap dentuman bom yang dijatuhkan di Gaza oleh Israel juga tidak berhasil membuat penduduknya ketakutan meninggalkan bumi Palestina. Tingginya dinding pemisah yang dibangun Israel untuk membatasi wilayah Gaza dengan wilayah yang diklaim sebagai Israel dengan ketinggian 8 meter dan kedalaman 10 meter, tidak mampu memenjarakan kebebasan hati penduduk Palestina. Malah tiap-tiap inci invasi, blokade dan serangan yang dilancarkan Israel, justru membuat penduduk Palestina semakin kuat.
Hal tersebut saya saksikan sendiri ketika berkunjung ke Gaza tahun 2012 silam dan juga setiap kali saya menghadiri berbagai forum internasional yang dihadiri perwakilan dari Gaza. Dengan semangat yang menggelora mereka mengatakan bahwa yahudi bisa saja menghancurkan infrastruktur yang ada di Gaza, namun mereka tidak akan mampu menghancurkan semangat dan tekad penduduk Gaza untuk hidup mulia atau mati syahid.
Alih-alih melemahkan masyarakat Palestina, okupasi dan berbagai serangan dari Israel justru menumbuhkan semangat juang. Diantaranya adalah program 1 rumah 1 hafidz yang digagas pemerintah Palestina di Gaza. Selain itu, baru-baru ini seorang pemudi asal Gaza juga berhasil menemukan batu bata yang berbahan utama dari abu kayu. Meski awalnya ditertawakan, namun berbekal semangat dan keyakinan untuk membangun Gaza, pemudi tersebut berhasil memutarbalikkan keadaan. Kini, meski Israel membatasi bahkan melarang masuknya batu bata ke Gaza, namun karena penemuan ini penduduk Gaza tidak perlu khawatir dengan blokade tersebut.
Bumerang Bagi Israel
Kebijakan pelarangan adzan ini sesungguhnya merupakan bumerang bagi Israel. Jika pada awalnya ditujukan untuk mengikis keimanan muslim Palestina dan menurunkan kadar keimanan mereka. Maka mereka keliru.
Kebijakan tersebut justru semakin menyulut jiwa juang muslim Palestina. Masyarakat Palestina menyatakan bahwa mereka tidak takut terhadap aturan tersebut. Mereka akan tetap mengumandangkan azan di tiap-tiap masjid di Palestina, tak peduli besaran denda yang harus mereka bayar.
Ketua Dewan Tinggi Islam di Kota Al-Quds yang juga merupakan Imam Besar masjid Al-Aqsha, Syaikh Ikrimah Shobri juga menyatakan jika mereka dilarang untuk mengumandangkan adzan di Masjid, maka mereka akan beradzan di tiap-tiap rumah, pasar-pasar dan jalanan-jalanan. Tidak hanya itu, Dr.Ahmad Bahar wakil ketua legislatif Gaza menyatakan jika Israel masih bersikukuh menerapkan aturan ini, masyarakat Palestina siap untuk melancarkan aksi Intifadah jilid baru untuk menentang kebijakan ini.
Jika aturan ini pada mulanya ditujukan oleh Israel untuk melemahkan kaum muslimin Palestina. Maka mereka salah besar. Aturan ini tidak akan mampu melemahkan sedikitpun sendi-sendi keimanan rakyat Palestina. Sebaliknya, kebijakan ini justru menjadi bumerang bagi Israel. Kebijakan ini justru membangkitkan ghirah juang muslim di Palestina. Tidak hanya muslim di Palestina saja yang marah. Tetapi muslim seluruh dunia akan bangkit untuk menentang diskriminasi ini. Dan tak sampai disitu saja, dengan aturan ini mata dunia akan kembali menoleh terhadap upaya kemerdekaan Palestina.
Fajar Segera Menyingsing
Allah SWT sesungguhnya berjanji bahwa Allah tidak akan memberikan ujian kepada hamba-Nya sesuai dengan kemampuan hamba-Nya. Kita semua tahu bahwa muslim yang mendiami tanah Palestina adalah muslim-muslim pilihan yang berhati baja dan memiliki jiwa yang teguh. Karena itu, meski dari seluruh penjuru mata angin Israel melakukan tekanan dan serangan, tak membuat mereka gentar sedikitpun. Tak membuat mereka berniat meninggalkan tanah suci para nabi.
Semakin gencarnya agresi yang ditujukan kepada rakyat Palestina membuat saya teringat pada asbab al nuzul surat Yusuf. Merujuk pada kitab Khowatir bil Quran karangan syeikh Amru Khalid, disebutkan bahwa surat tersebut diturunkan kepada nabi Muhammad SAW ketika nabi tengah ditimpa cobaan yang bertubi-tubi. Allah SWT berfirman di dalam surat Yusuf tentang kisah nabi Yusuf AS sebagai seorang biasa (bukan dalam kapasitas sebagai nabi). Di dalam surat ini diceritakan bagaimana peliknya cobaan nabi Yusuf AS sebagai manusia biasa.
Mulai dari dicemplungkan di sumur akibat kecemburuan kakak-kakanya, menjadi budak bertahun-tahun, kemudian dipenjara karena fitnah hingga akhirnya berakhir bahagia dengan diangkatnya nabi Yusuf menjadi raja muda di Mesir. Ketika menerima surat ini, nabi yang tengah berduka seketika bergembira, karena beliau meyakini bahwa sedih dan duka yang dihadapinya akan berahir bahagia. Sebagaimana termaktub dalam surat Yusuf.
Ibrah dari kisah ini adalah, bahwa semakin kelam cobaan hidup maka itu merupakan sebuah petanda bahwa malam telah sangat larut. Petanda fajar segera menyingsing.
Dalam firman Allah disebutkan, “Para utusan (malaikat) berkata: “Hai Luth, sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak akan dapat mengganggu kamu, sebab itu pergilah dengan membawa keluarga dan pengikut-pengikut kamu di akhir malam dan janganlah ada seorangpun di antara kamu yang tertinggal, kecuali isterimu. Sesungguhnya dia akan ditimpa azab yang menimpa mereka karena sesungguhnya saat jatuhnya azab kepada mereka ialah di waktu subuh; bukankah subuh itu sudah dekat?”(Qs.Hud : 81).
Demikian pula dengan rakyat Palestina. Semakin derasnya tekanan yang dilakukan Israel saat ini merupakan sebuah petanda bahwa malam telah memasuki puncak. Penderitaan yang dialami bangsa Palestina saat ini sesungguhnya tengah memasuki episode dini hari. Petanda fajar kemenangan bagi bangsa Palestina akan segera merekah.
Menjadi penonton atau menjadi penggerak?
Di dalam surat Al Fath sesungguhnya Allah SWT telah menjamin kemenangan bagi orang beriman. Bagi orang-orang yang percaya akan janji Allah SWT. Janji Allah SWT terhadap muslim di Palestina adalah pasti. Kita membantu ataupun tidak, Palestina pasti dimenangkan oleh Allah SWT.
Namun yang kita khawatirkan adalah jika kemenangan palestina tidak ada andil kita umat islam yang berada di luar Palestina. Padahal amanah untuk menjaga kesucian Al-Quds dan mengembalikan tanah Palestina yang dirampok penjajah yahudi sebanyak 78% dari wilayah Palestina saat ini adalah kewajiban seluruh ummat Islam yang jumlahnya 1.7 milyar seluruh dunia.
Seperti yang diungkapkan oleh Syaikh Ismail Haniyah, jangankan sebanyak 78 persen, andai yahudi hanya mengambil segenggam tanah wakaf umat islam Palestina, maka itu harus direbut kembali. Direbut secara bersama-sama oleh seluruh umat Islam di belahan dunia. Sebagaimana kebersamaan yang juga dilakukan oleh yahudi di seluruh penjuru bumi saat ini untuk menghancurkan Al-Aqsha dan wilayah palestina yang tersisa yakni Gaza dan Tepi Barat.
Sehingga kemudian, apakah kita Umat Islam Indonesia hanya akan melipat tangan dan menjadi penonton terhadap perjuangan rakyat Palestina, atau ikut menjadi penggerak kemenangan tersebut? Sebagai negara dengan jumlah muslim terbesar di dunia, harusnya kita malu bila hanya menjadi penonton. Malu karena pembukaan UUD 1945 menyebutkan bahwa kita adalah negara yang menolak seluruh penjajahan yang dilakukan di muka bumi. Malu karena Palestina merupakan negara yang mengakui kedaulatan Indonesia sebagai negara merdeka.
Ummat muslim di Indonesia harus menjadi garda terdepan dalam upaya pembebasan Palestina. Penolakan secara keras terhadap RUU pelarangan adzan ini dapat menjadi satu langkah awal yang konkrit tersebut. Tidak hanya lembaga-lembaga swadaya masyarakat, namun masyarakat dan bahkan pemerintah pun harus ikut vokal terhadap masalah ini. Agar masyarakat dunia tahu, bahwa kita tidak hanya besar secara jumlah, namun juga besar secara nyali ummat muslim Indonesia.
Nurjanah Hulwani
Ketua Adara Relief International