Oleh: Dr. Amal Kholifah (Pakar Al-Quds)
Nuruddin Zanki, dengan segala keinginannya untuk membebaskan setiap jengkal tanah Palestina dari penjajah Yahudi, telah membuat rakyatnya bergemuruh dalam semangat kebangkitan yang membara dalam setiap rumah.
Untuk mewujudkan tekad besarnya membebaskan Al-Aqsha dari cengkeraman pasukan salib, Sultan Nuruddin Zanki membuat sebuah mimbar megah yang fenomenal dengan karya terbaik dan ukiran kaligrafi terindah, yang menyimpan ilmu-ilmu yang sangat bernilai seperti ilmu falaq (ilmu perbintangan) dan ilmu-ilmu yang lain.
Namun, sebelum mimbar itu diantar dalam masa gilang gemilang kebebasan Al Quds, Nuruddin wafat pada usia 59 tahun, di tahun 1174 Masehi. Spirit juangnya dan kecemerlangan pemikirannya, terlebih mimbar yang ia buat sebagai simbol perjuangan, telah berhasil memikat ummat Islam sepenjuru Arab untuk memikul tanggungjawab besar memenangkan Al Quds, dimana masjid Al Aqsho berada di jantungnya.
Selang 13 tahun kemudian, tekadnya menjadi kenyataan dengan perantara penerusnya, yaitu Sholahudin Al Ayyubi, tepatnya dalam kemenangan 12.000 pasukan muslim pimpinan Sholahuddin dalam pertempuran Hattin tahun 1187 Masehi, melawan 60.000 pasukan salib pimpinan Guy de Lusignan.
Hingga pada akhirnya mimbar yang mewakili tekad Nuruddin diantarkan oleh Sholahuddin dengan bangga menuju Masjid Al Aqsha. Jarak tempuh dari tempat mimbar itu dibuat hanya membutuhkan waktu seminggu, namun Sholahuddin membutuhkan waktu sebulan untuk sampai ke Masjid Al Aqsha. Hal ini disebabkan kegembiraan dan kebanggaan Sholahuddin membawa mimbar ke Al Aqsha, sehingga ia sering berhenti di setiap wilayah untuk menunjukkan keagungan dan kemegahannya pada penduduk setempat.
Sayangnya, pada 21 Agustus 1967 mimbar Nuruddin itu dibakar. Hingga dibuatlah mimbar sementara di Mushola Qibly untuk menggantikan fungsi mimbar Nuruddin. Dan usaha untuk membuat mimbar yang sama dengan aslinya tetap dilakukan. Tigapuluh tahun bukan waktu yang singkat, namun tetap gagal. Raja Yordania terus berusaha mengumpulkan data -data yang terkait dengan pembuatan mimbar dari berbagai negara. Setelah data itu sempurna, maka didatangkanlah kayu-kayu terbaik dari negara-negara Arab dan juga para pengrajin yang memiliki tingkat ketelitian dan keuletan yang tinggi untuk menyusun potongan-potongan kayu yang berjumlah 16.300 keping tanpa menggunakan lem dan paku. Hingga jadilah mimbar yang menyerupai aslinya.
Tahukah engkau siapakah para pengrajin itu?
Mereka adalah penduduk Indonesia asli. Dari sinilah kita mengetahui bahwa kita sebagai bangsa Indonesia memiliki andil yang cukup besar untuk Al Aqsha. Butuh alasan apalagi, hingga kita belum mencintai Al Aqsha? Tempat Isra’ dan Mi’rajnya Rasulullah. Tempat dikumpulkannya seluruh manusia kelak pada hari kiamat.
(Terjemah oleh Rahma/Adara)