Foto dan video Omran Daqneesh, anak berusia lima tahun korban pemboman di Aleppo, tengah diperbincangkan di seluruh dunia dan menjadi viral di semua media sosial. Mahmoud Raslan, salah seorang aktivis penyelamat korban perang di Suriah, yang mengabadikan momen itu dengan kameranya.
“Omran mempengaruhi saya untuk mengambil gambarnya karena dia diam, tidak menangis,” ujar Raslan. Video itu kemudian dibuat menjadi foto. Ia menceritakan kembali momen mengharukan itu dalam wawancaranya bersama The Syrian Campaign Advocacy Group, Jumat, 19 Agustus 2016.
Foto menggambarkan Omran terduduk sendirian di kursi ambulans. Seluruh tubuhnya dipenuhi debu. Sebagian wajahnya berlumuran darah. Di dalam video utuh Omran, bocah itu tampak beberapa kali mengusap debu di wajahnya yang polos, tanpa ekspresi. Momen inilah yang menyayat hati mereka yang menontonnya.
Raslan menceritakan ledakan di pemukiman itu terjadi pada saat Rabu setelah salat Isya. Ruslan mendatangi tempat ledakan tersebut untuk mengambil beberapa foto. Saat tiba, ia melihat sudaha ada tiga tubuh yang tergeletak di dekat puing.
Dia melihat Omran di antara puing-puing ledakan tersebut. “Dia tidak mengatakan sepatah kata pun. Dia syok,” ujar Raslan. Orangtua dan keluarga Omran juga selamat.
Raslan mengambil foto ini untuk memperlihatkan kepada dunia bahwa inilah yang dialami oleh setiap anak di Allepo, Suriah. “Saya ingin dunia melihat fakta ini,” kata dia. Melalui foto ini, Ruslan juga ingin mengatakan agar dunia mengetahui bagaimana hidup di daerah peperangan seperti di Suriah, khususnya bagi anak-anak.
Bibars Halabi, salah seorang relawan dari Syrian Civil Defence Group yang juga dikenal dengan sebutan White Helmets, menceritakan Omran yang pertama kali diselamatkan dari runtuhan puing rumah orangtuanya. Ia menegaskan, kejadian yang dialami Omran juga dialami oleh banyak anak di Aleppo. “Dunia harus tahu bahwa hal itu (anak menjadi korban) terjadi setiap hari di Aleppo,” katanya.
White Helmets adalah organisasi yang pernah dinominasikan meraih Nobel Perdamaian. Menurut Halabi, ia dan relawan lainnya setiap hari harus melihat penderitaan anak-anak yang kehilangan orangtua, dan kesedihan orangtua yang kehilangan anak-anaknya akibat perang di Suriah. “Tidak semua momen terekam kamera sehingga bisa dibagikan ke dunia,” katanya.