Jenazah warga Palestina yang baru-baru ini dikembalikan oleh Israel menunjukkan tanda-tanda kuat terjadinya pengambilan organ secara profesional, demikian menurut ahli bedah plastik dan rekonstruktif Inggris-Palestina ternama, Dr. Ghassan Abu Sittah.
Dalam wawancara dengan Al Jazeera, Dr. Abu Sittah mengatakan bahwa ia menerima foto-foto jenazah yang diserahkan oleh tentara Israel kepada Kementerian Kesehatan Palestina. Berdasarkan pengamatannya, paru-paru, jantung, ginjal, dan hati telah diangkat dengan cara bedah yang sangat rapi dan profesional.
“Organ-organ tersebut diangkat dengan alat bedah tajam, menggunakan gergaji tulang medis tanpa merusak jaringan di sekitarnya,” jelasnya. “Semua korban juga memiliki luka bakar akibat nitrogen cair di kulitnya yaitu zat yang digunakan untuk mengawetkan jaringan.”
Ia menambahkan, metode pembedahan yang digunakan menunjukkan keterampilan tangan ahli bedah berpengalaman. Tulang rusuk dipotong dengan presisi menggunakan gergaji medis, lalu bagian dada diangkat untuk memungkinkan pengambilan jantung dan paru-paru tanpa kerusakan pada organ yang diambil.
Lebih mencengangkan lagi, beberapa kesaksian saksi mata yang dikutip Abu Sittah menyebutkan bahwa sebagian korban masih hidup ketika organ mereka diambil.
Jenazah-jenazah yang dikembalikan itu merupakan warga Palestina yang diculik atau dibunuh oleh pasukan Israel di Gaza, dan diserahkan kembali sebagai bagian dari kesepakatan gencatan senjata yang ditengahi Amerika Serikat.
Pada bulan Oktober, setidaknya 135 jenazah dikembalikan ke Jalur Gaza dengan tanda-tanda penyiksaan dan mutilasi. Salah satunya adalah jenazah Mahmoud Ismail Shabat (34) dari Gaza utara, yang menunjukkan bagian kaki yang hancur akibat dilindas tank dan terdapat bekas jeratan di leher. Puluhan jenazah lain juga memperlihatkan tangan terikat di belakang punggung, tali di leher, dan tanda-tanda kekerasan ekstrem.
Kecurigaan terhadap praktik pencurian organ oleh otoritas Israel sebenarnya telah disampaikan oleh pejabat Palestina sejak Desember 2023, hanya dua bulan setelah dimulainya agresi besar-besaran Israel di Gaza. Para tenaga medis melaporkan bahwa banyak jenazah dikembalikan dalam keadaan termutilasi parah dengan organ-organ vital hilang.
Direktur Kantor Media Pemerintah Gaza, Ismail al-Thawabta, menegaskan laporan tersebut dan menyerukan penyelidikan internasional segera atas dugaan kejahatan tersebut. Ia menyebut, “Banyak tubuh korban ditemukan dalam kondisi setengah tubuh, tanpa kepala, tanpa anggota badan, tanpa mata, dan tanpa organ dalam.”
Pemerintah Gaza menyatakan bahwa dari 300 jenazah yang dikembalikan Israel sejak kesepakatan gencatan senjata 10 Oktober, banyak yang masih belum teridentifikasi. Jenazah-jenazah tersebut memperlihatkan bukti nyata eksekusi lapangan, penyiksaan brutal, dan kekerasan sistematis, termasuk bekas jeratan tali di leher, luka tembak jarak dekat, tangan dan kaki terikat dengan pengikat plastik, mata tertutup kain, tubuh dilindas tank, luka bakar, patah tulang, dan luka dalam akibat siksaan berat.
Direktur rumah sakit di Kementerian Kesehatan Gaza, Dr. Mohammed Zaqout, menuturkan, “Salah satu jenazah masih memiliki tali yang terikat di leher dan kain penutup mata, dengan tangan yang masih terikat. Jenazah itu dikirim kepada kami dalam keadaan demikian.”
Laporan kekerasan sistematis terhadap tawanan Palestina juga terus bermunculan. Para tawanan menggambarkan penjara-penjara Israel sebagai “tempat penyembelihan manusia”, bukan lembaga pemasyarakatan.
Seorang tawanan yang baru dibebaskan, Abdallah Abu Rafe, mengatakan, “Kami berada di rumah jagal, bukan penjara. Kondisi di dalamnya sangat buruk, makanan minim, tempat tidur diambil, dan kami dipukuli setiap hari.”
Sementara tawanan lain, Yasin Abu Amra, mengaku, “Kami kelaparan selama berhari-hari. Tidak ada makanan, tidak ada air. Saya tidak makan selama empat hari.”
Kesaksian serupa datang dari jurnalis Palestina, Shadi Abu Seed, yang mengatakan, “Kami dibiarkan telanjang, dipukuli siang dan malam, disiksa, bahkan mereka memberi tahu kami bahwa anak-anak kami telah dibunuh. Itu seperti akhir dunia.”
Seorang tentara cadangan Israel yang membocorkan kondisi di pangkalan militer Sde Teiman menggambarkan tempat tersebut sebagai “tempat penyiksaan sadistis”. Banyak tawanan Gaza meninggal di bawah perlakuan brutal, “Orang masuk hidup-hidup dan keluar dalam kantong mayat,” katanya.
Laporan dari lembaga hak asasi Israel B’Tselem, berjudul Welcome to Hell (Selamat Datang di Neraka), juga mengungkap kekerasan, pelecehan seksual, dan penyiksaan sistematis di kamp-kamp tahanan yang dijalankan militer Israel, dengan puluhan tawanan ditahan tanpa pengadilan.
Menurut Palestine Center for Prisoners Studies, lebih dari separuh tawanan Palestina yang meninggal sejak Oktober 2023 terbunuh akibat penyiksaan dan pengabaian medis.
Organisasi tersebut juga mencatat lonjakan besar penangkapan warga Gaza, yang menyebabkan pembukaan pusat-pusat penahanan baru oleh militer Israel. Tempat-tempat ini telah menjadi lokasi penyiksaan sistematis dan perlakuan tidak manusiawi, yang jelas melanggar hukum internasional dan prinsip-prinsip hak asasi manusia.
Sumber: The New Arab, Qudsnen



![Warga Palestina memeriksa rumah-rumah yang rusak parah di wilayah al-Ketiba setelah penarikan pasukan Israel dari Khan Yunis, Gaza, pada 11 November 2025. [Abed Rahim Khatib – Anadolu Agency]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/11/AA-20251111-39683171-39683140-PALESTINIANS_RETURN_TO_DESTROYED_HOMES_AFTER_ISRAELI_WITHDRAWAL-scaled-e1762881517683-120x86.webp)
![Banyak warga Palestina mengatakan mereka menghadapi penyiksaan saat berada di tahanan Israel [Getty]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/11/2192563299-120x86.jpeg)


