Adara Relief – Gaza. Terhitung sudah 12 tahun lamanya Israel memblokade Gaza. Israel tidak hanya melarang barang-barang yang dianggap berbahaya, tetapi juga melarang berbagai kebutuhan penting dan mendasar.
Baru-baru ini, popok dan botol bayi merupakan salah satu contoh barang-barang yang tidak diperkenankan memasuki Gaza.
Meski penting dan merupakan kebutuhan mendasar bagi anak-anak, namun dua barang ini tidak dapat masuk ke Gaza.
Untuk menyindir blokade yang dilakukan pemerintah Israel yang merupakan ‘kebijakan yang membuat Gaza mati lemas’ (suffocating policy), ‘Komite Populer untuk Mengakhiri Blokade Gaza’ mengadakan sebuah ekshibisi yang mempertunjukkan barang-barang yang dilarang oleh Israel untuk masuk ke Gaza.
Menurut Jamal Al Khoudy, anggota parlemen Palestina sekaligus Ketua Komite penyelenggara pameran ini, “Kami ingin menyoroti penderitaan yang terjadi di Gaza.”
“Kami ingin memperlihatkan kepada dunia tentang kebutuhan kemanusiaan yang dilarang oleh Israel untuk masuk ke Gaza,” tambah Khoudy.
Gaza yang merupakan tanah bagi 2 juta penduduknya saat ini seperti penjara terbuka terbesar di dunia, akibat dari adanya blokade ini. Tidak hanya itu, blokade juga telah menyebabkan 300.000 orang di Gaza menjadi pengangguran.
Dalam pameran ini, barang-barang seperti gaun pengantin, spon untuk pembersih, diaper dan botol bayi turut dipamerkan karena barang-barang tersebut termasuk yang dilarang untuk masuk ke Gaza.
Barang-barang ini menjadi terlarang semenjak sebulan yang lalu (Juli). Pada 9 Juli lalu, Israel masih memperbolehkan masuknya kebutuhan dasar manusia seperti gas, gandum dan tepung. Namun kebijakan terbaru saat ini melarang masuknya gas dan bensin.
Menurut Menteri Pertahanan Israel Avigdor Liebermen, pelarangan terhadap gas dan bensin ini merupakan balasan akibat dari pembakaran lahan Israel oleh warga Palestina pada aksi Pawai Kepulangan Akbar.
Tidak hanya itu, menurut Khoudry, 3000 truk yang memuat bahan-bahan suplai dihentikan di perbatasan sejak dua pekan yang lalu.
Keadaan ini dalam pandangannya merupakan bagian dari rencana untuk membuat Gaza mati perlahan-lahan.
Awalnya adalah blokade, namun Israel ingin menaikkan level.
“Setiap krisis kemanusiaan di seluruh dunia membutuhkan tanggapan internasional,” kata Khoudary. “Kami membutuhkan reaksi mendesak dan segera.”
Sumber : Aljazeera.com