Adara Relief- Jakarta. Anak-anak Palestina hidup dalam penderitaan yang tak ada habisnya. Antara terbunuh, tertawan atau diusir dari tanah airnya. Israel merampas hak bebas mereka, lalu menanamkan dalam memori mereka kejahatan terburuk. Israel melanggar Perjanjian dan konvensi internasional.
Secara sengaja Israel menangkapi anak-anak Palestina di rumah mereka pada malam hari, lalu menjebloskan mereka di penjara. Israel juga menyiksa mereka dan membawa mereka ke pengadilan militer Israel, yang memberi hukuman tinggi pada anak-anak tersebut. Penelitian menunjukkan 1,3 juta anak Palestina di Tepi Barat masih merasakan berbagai penderitaan tersebut, baik itu penembakkan, pemukulan, penggusuran. Ditambah dengan sejuta anak gaza yang mengalami penderitaan lebih berat karena blokade Israel.
Masrawy.com memaparakan contoh-contoh anak korban penindasan Israel yang takkan dilupakan sejarah :
Mohammed Aldra “jangan tembak,” kata terakhir yang diucapkan Jamal Aldra pada penjajah Israel agar mereka tak menembak putranya yang baru berusia 12 tahun. Namun Israel masih saja melempaskan tembakkan yang mengakhiri hidupnya.
Peristiwa ini terjadi pada 30 september 2000, hari ke dua intifadhah Al Aqsa. Ditengah aksi protes di seluruh penjuru Palestina.
Ayah dan anak ini menjadi korban saat Israel menyerang Palestina. Keduannya bersembunyi di belakang tong beton. Sang anak hanya mampu menangis ketakutan menyaksikan peristiwa yang terjadi sebelum ditembak Israel.
Ahmad Munasharah
Pada 12 oktober 2015, Israel menangkap Ahmad Munasharah, setelah menembaknya bersama sepupunya, Hasan Khalid Munasharah (15 th. Keduanya dituduh akan menikam tantara Israel di Al Quds. Ahmad dalam kondisi kritis, sedang sepupunya menjemput kematian.
Ahmad baru berusia 13 tahun saat ditangkap. Namun Israel tetap memukuli kepalanya dengan tongkat dan kaki sampai mengalir darahnya. Para ekstrimis Yahudi berteriak agar Ahmad dibunuh saja. Dan benar saja mereka tak segera memberikan pertolongan dan membiarkannya dalam genangan darah sampai hilang kesadaran.
Media Israel secara terang-terangan menyiarkan bentuk penyiksaannya terhadap Ahmad. Sedang Ahmad hanya mampu menangis ketakutan.
Ahmed Al-Dawabsha
Pada sore 31 juli 2015 keluarga Al-Dawabsha berteriak meminta tolong karena rumah mereka di Tepi Barat terbakar. Sedang para tantara Israel menari dan bersenang-senang atas kejahatan mereka.
Ali, balita berumur 18 bulan meninggal. Kedua orang tuanya terluka parah sampai meninggal dunia. Tak ada yang selamat kecuali Ahmad, bocah 4 tahun yang terbakar separuh kanan tubuhnya.
Keluarga ini adalah korban kejahatan Israel. Mahkamah Agung Israel memutuskan untuk menghancurkan dua bangunan yang didirikan oleh pemukim di tanah pribadi Palestina, sementara Perdana Menteri Netanyahu merespons dengan mengumumkan persetujuan pembangunan 300 unit rumah di pemukiman yang sama.
Setelah itu penjajah Israel membakar dua rumah milik Sa’ad dan Ma’mun ad-Dawabsha. Mereka menulis slogan rasis dengan Bahasa ibrani, “Hidup balas dendam”. Meskipun Israel sempat menangkap pembakar rumah namun setelahnya langsung membebaskan mereka.
Hassan Shalaby
Anak 14 tahun, ia korban kejahatan Israel. Pada jum’at ke 46 pawai kepulangan akbar, ia ditembak di dadanya saat ikut aksi damai tersebut di Timur Khan Younis.
“Hasan keluar hanya untuk mencari makanan, “ ujar keluarga Hasan.
Mohammed Abu Khudair
2 juli 2014 dini hari bertepatan dengan 4 ramadhan , Mohammed Abu Khudair (16 tahun) keluar dari rumahnya di barat kota Al Quds. Ia pergi untuk makan sahur. Sebelum azan subuh, Israel menculiknya dengan mobil.
Setelah mencari beberapa hari, keluarga menemukan jasadnya terbakar dan dilemparkan di sekitar Deir Yassin.
Ia adalah korban “kebijakan membayar harga” yang dicetuskan ekstrimis Israel atas terbunuhnya 3 penduduk Israel.
Ia dibakar hidup-hidup oleh Isarel. 90 persen tubuhnya terbakar. Pun terdapat luka di kepalanya.
Sumber : Masrawy.com