Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu pada Selasa (28/10) memerintahkan militer untuk melancarkan serangan langsung ke Jalur Gaza, meski perjanjian gencatan senjata masih berlaku. Kantor Netanyahu menyebut keputusan itu diambil setelah dilakukannya konsultasi keamanan yang menuduh Hamas melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan gencatan senjata.
Media Israel KAN melaporkan bahwa Netanyahu juga memutuskan untuk memperluas wilayah yang berada di bawah kendali militer Israel di Gaza, sambil berkoordinasi dengan pejabat tinggi Amerika Serikat. Langkah ini diambil setelah pasukan Israel dilaporkan mendapat serangan penembak jitu dan peluru antitank di Rafah, selatan Gaza.
Sementara itu, Kepala Staf Militer Israel, Eyal Zamir, menegaskan bahwa genosida di Gaza akan terus berlanjut meski gencatan senjata telah diberlakukan. Ia menyatakan kepada para komandan bahwa tujuan militer belum tercapai selama masih ada jenazah tahanan Israel di Gaza. “Perang ini belum berakhir,” katanya, sebagaimana dikutip The Times of Israel.
Namun, menurut Kantor Media Pemerintah Gaza, sejak gencatan senjata diberlakukan pada 10 Oktober, Israel telah melanggar lebih dari 80 kali, membunuh sedikitnya 97 orang dan melukai 230 lainnya. Pelanggaran tersebut mencakup penembakan langsung terhadap warga sipil, penangkapan warga, serta serangan artileri yang disengaja di berbagai wilayah Gaza.
Israel berdalih bahwa pelanggaran itu dilakukan karena Hamas belum menyerahkan seluruh jenazah tahanan Israel. Namun, sumber Hamas yang terlibat dalam perundingan gencatan senjata membantah tuduhan tersebut. Mereka menjelaskan bahwa penghancuran masif akibat serangan Israel serta keberadaan pasukan pendudukan di lapangan membuat proses pencarian jenazah menjadi sangat sulit dan berbahaya.
Dalam kesepakatan yang ditengahi AS di bawah Rencana Trump yang tertuang dalam 20 poin, tahap pertama mencakup pertukaran tahanan Israel dengan hampir 2.000 tawanan Palestina, rekonstruksi Gaza, dan pembentukan mekanisme pemerintahan baru tanpa Hamas. Kesepakatan itu juga memuat klausul (Pasal 5e) tentang mekanisme pertukaran informasi antara kedua pihak melalui mediator dan Palang Merah untuk memastikan semua jenazah dapat ditemukan dan dikembalikan dengan aman.
Hamas menyatakan telah mematuhi perjanjian tersebut dengan menyerahkan seluruh 20 tawanan hidup serta 15 jenazah tawanan yang berhasil ditemukan. Namun, sisanya memerlukan waktu, peralatan berat, dan akses ke wilayah yang masih dikendalikan militer Israel. Hamas bersama tim Mesir dan Palang Merah kini mencari sisa jenazah di luar “garis kuning” yaitu batas ilegal antara pasukan pendudukan Israel dan wilayah Gaza yang seharusnya telah ditinggalkan.
Keterlambatan pencarian jenazah juga dipengaruhi oleh sejumlah faktor: kehancuran besar yang menimbun banyak mayat di bawah reruntuhan, terbatasnya akses akibat blokade, hilangnya data karena terbunuhnya para pejuang yang mengetahui lokasi tahanan Israel, serta larangan Israel atas masuknya alat berat dan laboratorium DNA ke Gaza.
Sumber: MEMO, Qudnen





![Pemandangan dari Sheikh Ridwan di Kota Gaza, Gaza, menunjukkan kerusakan parah yang ditinggalkan setelah tentara Israel mundur menyusul perjanjian gencatan senjata, pada 25 Oktober 2025. [Mahmoud Abu Hamda – Anadolu Agency]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/10/AA-20251026-39523597-39523583-DAILY_LIFE_IN_GAZAS_SHEIKH_RIDWAN_NEIGHBORHOOD_AFTER_CEASEFIRE-1-1-120x86.webp)

![Anak-anak Palestina di kamp pengungsian di Lebanon sedang fokus menghafal Al Quran meski di tengah berbagai keterbatasan dan tantangan [Dok. Penyaluran Program HAQ Adara, 2025]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/10/Sequence-02.00_03_37_45.Still012-75x75.png)
