Ketika perundingan gencatan senjata memasuki hari kedua di Kairo, pertempuran di sekitar Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis justru semakin intensif (dengan puluhan warga Palestina yang telah berlindung di dalamnya terpaksa dievakuasi). Medecins Sans Frontieres (MSF) menyatakan bahwa ada sekitar 400 pasien di rumah sakit tersebut dalam kondisi kritis.
“Situasinya sangat kritis bagi para pasien dan kami khawatir dengan apa yang terjadi selanjutnya,” kata Guillemette Thomas dari MSF.
Saat ini, hal utama yang menghambat negosiasi gencatan senjata adalah perselisihan mengenai jumlah tawanan Palestina yang harus dibebaskan sebagai bagian dari kesepakatan.
“Kami berharap ada kesepakatan yang dicapai di Kairo,” kata Said Jaber, seorang pengusaha Gaza yang berlindung di Rafah bersama keluarganya kepada Reuters. “Kami sekarang hanya menghitung hari sebelum Israel mengirimkan tank,” lanjut Jaber. “Kami berharap mereka tidak melakukannya, tetapi siapa yang bisa mencegah mereka?”
Jaber adalah satu dari lebih dari satu juta warga Palestina yang terusir di Rafah (provinsi paling selatan Jalur Gaza, yang jumlah penduduknya telah meningkat lima kali lipat sejak dimulainya serangan militer Israel terhadap Gaza). Meskipun Rafah sebelumnya telah dikategorikan sebagai zona “aman” bagi warga sipil, Israel telah meningkatkan serangan udaranya terhadap Rafah sebagai persiapan untuk invasi darat.
Richard Peeperkorn dari WHO mengatakan bahwa hal tersebut akan meningkatkan beban pada sistem kesehatan yang sudah sangat terbebani. Ia menambahkan bahwa kemampuan WHO untuk mendistribusikan bantuan medis di Gaza sudah sangat terbatas oleh pengepungan Israel. Hanya 40 persen dari misi WHO ke utara Gaza yang dapat diotorisasi pada November, dan angka ini telah turun sejak Januari. “Bahkan ketika tidak ada gencatan senjata, koridor kemanusiaan tetap harus ada sehingga WHO, PBB, bisa melakukan tugas mereka,” tambahnya.
Dengan perbatasan Mesir yang ditutup, warga Palestina yang terusir di Rafah tidak punya tempat lain untuk berlindung. Sebagian Dari mereka kembali ke wilayah lain di Jalur Gaza, meskipun lebih dari 50 persen rumah di sepanjang Jalur Gaza telah hancur hingga tidak layak dihuni dan lebih dari 500.000 orang tidak akan memiliki rumah untuk kembali, bahkan jika mereka dapat dievakuasi dengan aman.
Sementara itu, kapal-kapal Israel juga menyerang nelayan di Deir el-Balah dan nelayan melaporkan bahwa hal ini membuatnya tidak mungkin untuk melakukan pekerjaan mereka dan memberi makan keluarga mereka.
“Kemarin, sangat berbahaya. Perahu kami rusak karena tembakan yang intens,” kata Imad al-Aqra, seorang nelayan dari Deir al-Balah, kepada Al Jazeera. “Kami tidak bisa melampaui 200 meter ke laut, kami mempertaruhkan nyawa kami untuk masuk ke laut,” lanjutnya. “Dua hari yang lalu saudara saya ditembak mati dan temannya terluka parah. Saya sudah selamat dari peluru 20 kali, tapi kali ini mungkin saya tidak akan kembali ke pantai.”
Hingga saat ini, menurut kementerian kesehatan Gaza, setidaknya 28.576 warga Palestina telah terbunuh oleh Israel sejak 7 Oktober, termasuk lebih dari 12.300 anak-anak dan 8.400 perempuan. Terdapat 103 korban jiwa dalam 24 jam terakhir, demikian pernyataan kementerian.
sumber:
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini