Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh kurangnya asupan gizi dalam waktu yang cukup lama, sehingga mengakibatkan gangguan pertumbuhan pada anak. Kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang menjadi penyebab utama terjadinya stunting. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan dan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi, kondisi stunting baru tampak setelah bayi berusia 2 tahun.
Kondisi ini ditandai dengan panjang atau tinggi badan anak yang berada di bawah rentang usia atau standar yang ditetapkan Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Bukan hanya tinggi badan yang terhambat, melainkan pertumbuhan otak juga tidak akan berkembang sehingga anak akan sulit belajar dan sulit konsentrasi. Dampaknya, pertumbuhan fisik, kecerdasan, dan produktivitas masa depan anak dapat terganggu.
Hingga saat ini, stunting masih menjadi perbincangan hangat di bidang kesehatan dunia, termasuk Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara dengan prevalensi stunting cukup tinggi dibandingkan negara-negara berpendapatan menengah lainnya. Di lingkungan negara Asia Tenggara, prevalensi stunting adalah Myanmar 35%, Vietnam 23%, Malaysia 17%, Thailand 16%, Singapura 4% dan Indonesia 24% (Desember, 2021). Angka prevalensi tersebut memang menurun dari tahun sebelumnya, yaitu 26,9% pada 2020. Sementara itu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan batas toleransi stunting suatu negara hanya 20 persen.
Pemerintah sebagaimana termaktub dalam RPJMN 2020–2024, memiliki target nasional pada 2024 dapat menurunkan prevalensi stunting hingga 14%. Namun, saat ini Indonesia baru mencapai penurunan 1,6% tiap tahun dengan kondisi penurunan tidak stabil. Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) oleh BKPK Kemenkes Republik Indonesia tahun 2021, diketahui bahwa proporsi stunting tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (37,8%), Sulawesi Barat (33,8%), dan Aceh (33,2%).[1] Adapun yang terendah di Bali 10,9%, DKI 16,5%, Yogyakarta 17,3%, Kepulauan Riau 17,6%, dan Lampung 18,5%. Luasnya permasalahan objektif yang terjadi kerap dituding sebagai penyebab tidak maksimalnya percepatan pencegahan stunting dalam dua tahun terakhir.
Sebagai kebutuhan esensial, persoalan gizi bayi dan balita di Indonesia terus menjadi permasalahan. Terdapat 8 indikator layanan yang bisa didapat yaitu imunisasi dasar, asi eksklusif, keragaman makanan, air minum, sanitasi, pendidikan anak usia dini, kerawanan pangan, dan akta kelahiran. Namun, akses terhadap layanan dasar bagi ibu hamil dan anak balita yang tersedia, belum memadai. Hanya 28,7% dari balita yang memiliki akses layanan dasar secara simultan. Bahkan yang mendapatkan delapan layanan dasar tak lebih dari 1% balita, kiranya demikian pula yang terjadi pada ibu hamil dan ibu menyusui. Rendahnya akses layanan dasar yang dibutuhkan dalam rangka mencegah stunting dan melahirkan generasi unggul terus terjadi.
Jika intervensi spesifik dapat dicapai dalam jangka pendek dengan sasaran prioritas (ibu hamil, ibu menyusui, bayi 0 – 23 bulan, remaja putri, pasangan usia subur), maka intervensi sensitif butuh jalan yang panjang dengan sasaran keluarga dan masyarakat luas. Pada publikasi Ringkasan 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting) 2017, kasus stunting di Indonesia tidak hanya dialami oleh keluarga yang miskin dan kurang mampu, tetapi juga dialami oleh rumah tangga/keluarga tidak miskin atau yang tingkat kesejahteraan sosial dan ekonominya berada di atas 40% .[2]
Stunting merupakan masalah penting untuk diselesaikan karena tingkat stunting di Indonesia akan menentukan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) pada masa mendatang. Stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan, dan memperlebar ketimpangan. Pada akhirnya jika stunting dibiarkan, maka Indonesia berpotensi tertinggal dalam berbagai bidang perkembangan dari negara-negara di dunia.
Pengalaman dan bukti Internasional menunjukkan bahwa stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan produktivitas pasar kerja, sehingga mengakibatkan hilangnya 11% GDP (Gross Domestic Products) serta mengurangi pendapatan pekerja dewasa hingga 20%. Selain itu, stunting juga dapat berkontribusi pada melebarnya kesenjangan/inequality, sehingga mengurangi 10% dari total pendapatan seumur hidup dan juga menyebabkan kemiskinan antargenerasi.[3]
Komitmen pemerintah dalam upaya percepatan perbaikan gizi telah dinyatakan melalui Perpres Nomor 42 Tahun 2013, tanggal 23 Mei 2013, tentang Gerakan Nasional (Gernas) Percepatan Perbaikan Gizi yang merupakan upaya bersama antara pemerintah dan masyarakat melalui penggalangan partisipasi dan kepedulian pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinasi untuk percepatan perbaikan gizi masyarakat dengan prioritas pada Seribu Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK).
Oleh karena itu, diperlukan intervensi spesifik dan sensitif dalam menangani stunting. Kedua intervensi tersebut mesti dilakukan dan mendapat dukungan semua pihak. Mulai pemerintah pusat, provinsi, kabupaten/ kota, hingga pemerintahan desa, dan nonpemerintah (pemberdayaan masyarakat dan swasta). Intervensi tersebut mencakup ketahanan pangan, akses pangan bergizi, pemenuhan kebutuhan asupan nutrisi bagi ibu hamil, pemenuhan kebutuhan gizi anak yang sesuai pada 1000 hari pertama kehidupan anak, serta perawatan sanitasi dan peningkatan penyediaan air bersih.
Intervensi spesifik merupakan upaya percepatan pencegahan stunting yang menyasar penyebab langsung (kesehatan) dan penyebab tidak langsung (di luar kesehatan). Adapun, intervensi sensitif diarahkan untuk mengatasi akar masalahnya dan sifatnya jangka panjang. Intervensi sensitif salah satunya meningkatkan pengetahuan seperti Posyandu, PKH, PNPM Generasi, Pamsimas. Langkah lainnya adalah mengupayakan pembiayaan berbasis hasil, yaitu Dana Alokasi Khusus (DAK) berbasis kinerja di sektor kesehatan dan pendidikan dengan menggunakan indikator-indikator gizi, mendorong penerapan pembayaran kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), untuk memperbaiki layanan gizi, dan mendorong Dana Desa untuk merevitalisasi program gizi masyarakat.
Indonesia tentu mampu keluar dari deretan teratas negara dengan kasus stunting terbanyak di dunia. Hal itu dapat terjadi hanya jika masyarakat memiliki kesadaran tinggi untuk menjalani hidup sehat. Stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa. Jika memperhatikan kebutuhan asupan nutrisi anak sejak dalam kandungan hingga 1000 hari pertama kehidupan maka anak akan tercegah dari stunting, dan tumbuh-berkembang dengan baik, secara fisik dan mental.
Vannisa Najchati Silma, S. Hum
Penulis merupakan Relawan Adara Relief International yang mengkaji tentang realita ekonomi, sosial, politik, dan hukum yang terjadi di Palestina, khususnya tentang anak dan perempuan. Ia merupakan lulusan sarjana jurusan Sastra Arab, FIB UI.
Sumber:
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Profil Kesehatan Indonesia 2021. https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-2021.pdf
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2018. Warta Kemas. https://kesmas.kemkes.go.id/assets/upload/dir_519d41d8cd98f00/files/Warta-Kesmas-Edisi-02-2018_1136.pdf
https://news.detik.com/kolom/d-6384277/stunting-dan-jalan-panjang-intervensi-sensitif
https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/152564/permenkes-no-21-tahun-2020
https://p2ptm.kemkes.go.id/post/cegah-stunting-dengan-perbaikan-pola-makan-pola-asuh-dan-sanitasi
Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan. 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). https://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Buku%20Ringkasan%20Stunting.pdf
https://yankes.kemkes.go.id/unduhan/fileunduhan_1658478053_187189.pdf
- Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2021. Profil Kesehatan Indonesia 2021. https://www.kemkes.go.id/downloads/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan-indonesia/Profil-Kesehatan-2021.pdf hlm. 162. ↑
- 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). https://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Buku%20Ringkasan%20Stunting.pdf hlm. 6. ↑
- 2017. 100 Kabupaten/Kota Prioritas untuk Intervensi Anak Kerdil (Stunting). https://www.tnp2k.go.id/images/uploads/downloads/Buku%20Ringkasan%20Stunting.pdf hlm. 6. ↑
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di dini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini