Wilayah Palestina telah menyaksikan penurunan drastis dalam tingkat buta huruf selama dua dekade terakhir. Menurut laporan dari Biro Pusat Statistik Palestina (PCBS), tingkat buta huruf di kalangan warga Palestina yang berusia 15 tahun ke atas mencapai 2,1% pada tahun 2023, menurun sebesar 85% dari tingkat 13,9% pada tahun 1997. Hal ini menempatkan Palestina sebagai salah satu negara dengan tingkat buta huruf terendah di dunia.
Penurunan signifikan ini terlihat baik di Tepi Barat maupun di Jalur Gaza. Di Tepi Barat, tingkat buta huruf turun dari 14,1% pada tahun 1997 menjadi 3,2% pada tahun 2023, sementara di Jalur Gaza, penurunan serupa terjadi dari 13,7% menjadi 1,9% dalam periode yang sama.
Data menunjukkan bahwa penurunan tingkat buta huruf terjadi di semua kelompok umur dan jenis kelamin. Pada pria, tingkat buta huruf turun dari 7,8% pada tahun 1997 menjadi 1,1% pada tahun 2023. Di kalangan wanita, penurunan lebih tajam terlihat, dari 20,3% menjadi 3,2% selama periode yang sama.
Secara khusus, tingkat buta huruf tertinggi tercatat pada penduduk berusia 65 tahun ke atas, yaitu 20,4% pada tahun 2023. Di sisi lain, kelompok usia 30–44 tahun mencatat tingkat buta huruf terendah, yakni hanya 0,7%, dan tingkat di antara mereka yang berusia 15–29 tahun adalah 0,8%.
Distribusi tingkat buta huruf juga bervariasi berdasarkan wilayah geografis. Pada 2023, daerah pedesaan memiliki tingkat buta huruf tertinggi sebesar 2,6%, diikuti oleh kamp pengungsian sebesar 2,4%, dan daerah perkotaan dengan tingkat terendah sebesar 2,0%.
Secara keseluruhan, laporan PCBS menunjukkan perkembangan signifikan dalam upaya pengurangan buta huruf di Palestina, sebuah pencapaian penting yang menunjukkan komitmen pemerintah dan lembaga pendidikan untuk meningkatkan akses terhadap pendidikan dan literasi bagi semua warga, terlepas dari tantangan yang dihadapi negara ini.
Namun ironisnya, Kementerian Pendidikan Palestina menyampaikan pada Ahad (8/9) bahwa lebih dari 600.000 siswa tidak memperoleh pendidikan, menurut Al Jazeera.
“Serangan Israel di Gaza telah menewaskan atau melukai lebih dari 25.000 anak-anak, termasuk 10.000 siswa. Serangan itu juga telah menghancurkan 90% dari 307 gedung sekolah umum,” kata kementerian tersebut, seperti dikutip kantor berita tersebut.
“Akses terhadap pendidikan adalah hak, oleh karena itu, meskipun terjadi pengeboman, kementerian berupaya meluncurkan kesempatan pembelajaran elektronik atau bahkan menyediakan kelas di dalam tenda,” bunyi pernyataan itu lebih lanjut.
Sumber:
***
Kunjungi situs resmi Adara Relief International
Ikuti media sosial resmi Adara Relief di Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram untuk informasi terkini.
Baca berita harian kemanusiaan, klik di sini
Baca juga artikel terbaru, klik di sini






