Adara Relief – Gaza: Hampir tidak ada keheningan di kamar 5 di lantai II di Rumah Sakit Syuhada Al Aqsha di Deir al-Balah, tubuh Muhammad Imad (15 tahun) bangkit, dan ayah dan saudaranya terpaksa harus memegangnya karena takut terjatuh.
Mohammad Imad menghirup sejumlah besar gas beracun di hari Jum’at “Freedom and Life”, ketika tank dan tentara menembakkan sejumlah besar gas, kemudian ia dilarikan ke rumah sakit dan kehilangan kesadaran.
Sejak empat hari Imad merasakan penderitaan akibat dari gas beracun. Gas tersebut memasuki tubuhnya setiap beberapa menit dalam keadaan tidak sadar, sementara dokter tidak menyadari sifat dari zat beracun yang dikeluarkan oleh penjajah saat aksi damai.
Muhammad Imad beberapa kali terkena bom gas di perbatasan kamp pengungsi al-Bureij. Pertama, ketika seorang tentara melempar bom gas langsung mengenai lengannya, dan kedua ketika sejumlah besar gas yang dihirup pada hari Jum’at “Freedom and Life”.
Selama aksi kepulangan tersebut, para tentara dan penembak jitu Israel meluncurkan ribuan bom gas dari berbagai jenis dan tingkat bahaya yang berbeda-beda yang mengenai para demonstran damai yang menyebabkan kesyahidan, kebakaran dan banyak luka.
Gas beracun
Hal yang paling menyakitkan untuk dikatakan bahwa Hani Imad (48), ayah dari Mohammad berharap anaknya terluka oleh peluru di bagian tubuhnya, sehingga ia tahu apa yang harus dilakukan dan bagaimana cara untuk mengobati, tetapi gas beracun yang dihirupnya pada hari Jumat menghilangkan kesadaran dan berefek pada sistem saraf.
Hani menegaskan bahwa penjajah Israel mencegah Palang Merah memberikan pertolongan untuk meringankan efek dari gas beracun yang dikeluarkan di sekitar perbatasan.
Reporter “Pusat Informasi Palestina” menyaksikan anaknya Imad diangkat keatas tandu dan dibawa ambulan setelah menghirup gas beracun pada Jum’at sore dalam pawai “Freedom and Life” di utara markas militer Abu Mtaibq.
Imad menambahkan: “Penjajah Israel membunuh kami dan mencegah kami untuk mendapatkan kesempatan pengobatan. Dalam keluarga saya, 15 terluka dan syahid, dan saya sendiri adalah korban luka oleh peluru penjajah Israel, tapi saya sekarang tidak tahu nasib anak saya. Saya mohon kepada semua pejabat di pemerintahan Palestina untuk menyelamatkan anak saya…”
Masa depan yang tidak diketahui
Tubuh Muhammad kejang selama ayahnya berbicara, ia memaksa saudaranya Thariq dan kerabatnya untuk mencoba mengendalikan pemberontakan yang dialami tubuhnya menit demi menit, sebelum Hani mengungkapkan ketakutan gas beracun yang mengancam hidupnya.
Dia melanjutkan: “Saya takut kehilangan anak saya .. saya memohon kepada Presiden Abbas dan semua bangsa untuk bekerja keras dalam meringankan penderitaan yang terluka, termasuk anak saya yang tidak tahu nasib mereka. Anak-anak kami sekarat di depan mata kami..”
Hani terisak dan emosi, ia menekankan bahwa Gaza hari ini telah ditinggalkan sendirian menghadapi agresi dari penjajah. Gaza berjuang mempertahankan Palestina dan Masjid Al-Aqsa.
Seorang dokter Rumah Sakit Syuhada Al Aqsa, yang menolak disebutkan namanya mengatakan kasus anak Imad mirip dengan kasus mengerikan yang menimpa puluhan korban, yang memunculkan efek/gejala yang berbeda-beda akibat menghirup gas beracun yang tidak diketahui jenisnya.
Dia menambahkan: “gas asing yang dihirup para korban yang dikeluarkan oleh penjajah didekat perbatasan, membuat para korban mengalami iritasi di dada dan kadang-kadang mengalami kejang, kemudian menderita sesak napas, dan ini disebabkan oleh hal-hal yang tidak dapat diketahui secara medis.”
Dokter melakukan studi tentang jenis gas yang melukai anaknya Imad dan puluhan korban lainnya pada sepekan ini, di mana rumah sakit kesehatan tidak memiliki pengobatan atau antibiotik yang mampu untuk mengatasi efek bahaya dari gas tersebut.
Dia melanjutkan: “Gas beracun yang dihirup berdampak pada psikologis saraf. Korban selalu mengeluh sesak napas, dan ketika dokter memeriksa dada tidak menemukan sesuatu yang spesifik.”
Dokter memperingatkan dampak ke depan yang akan dialami korban gas beracun tersebut diantaranya kekhawatiran pada kerusakan jangka panjang akan berdampak pada sistem saraf dan paru-paru. Hal ini memerlukan penelitian lebih lanjut terkait perkembangan kondisi pasien ynag yang terinfeksi.
Sumber:palinfo.com