“Saya tidak memikirkan tentang pelajaran. Saya hanya memikirkan bagaimana saya bisa bertahan hidup,” kata Lujain Anan, siswi berusia 17 tahun ini.
Ketakutan Lujain semakin besar ketika mengetahui bahwa sekolahnya hancur terkena serangan Israel dan banyak temannya yang kehilangan rumah mereka.
“Ketika saya melihat ini, saya merasa stres dan takut. Saya merasa tidak mau pergi ke sekolah lagi,” katanya.
Kekhawatiran mengiringi upaya warga Gaza untuk pulih usai agresi Israel selama 11 hari berturut-turut pada Mei 2021 lalu.
Bukanlah hal yang mudah untuk memulihkan kota yang sudah terpuruk ini, di mana seluruh sektor kehidupan terkena dampak yang signifikan akibat serangan besar Zionis, termasuk sektor pendidikan. Lumpuhnya fasilitas pendidikan di Gaza menjadi bayang-bayang tersendiri bagi para orang tua dan siswa di sana.
Sementara itu, wilayah Tepi Barat juga mengalami hal serupa. Beberapa sekolah dihancurkan dan ditutup. Anak-anak Palestina terpaksa harus bersekolah di sekolah milik Zionis.
Tidak hanya pandemi Covid-19 yang menjadi hambatan untuk anak-anak Palestina bersekolah, namun juga adanya penjajahan dan blokade yang telah berlangsung puluhan tahun lamanya.
Ayo, dukung program bantuan pendidikan untuk anak-anak Palestina dengan berdonasi mulai dari Rp50.000!
Belum ada Fundraiser