Adara Relief- Jakarta. Blokade Gaza oleh Israel sejak 13 tahun lalu memberi pengaruh teramat buruk pada kehidupan di Gaza. Terjadi krisis pangan sistemik. Kondisi ini memaksa warga Gaza untuk makan seadanya, anak-anak pun juga harus mengalaminya.
Di wilayah Bathinia Timur Hayy An Nashr misalnya, hidup 10 keluarga tinggal di rumah yang dibangun dari batu beratapkan seng di tanah pemerintah. Kesehatan lingkungan memburuk dikarenakan tidak adanya saluran pembuangan air. Anak-anak tak mendapatkan makanan yang memenuhi kebutuhan gizi mereka. Nadia Wael (42 th) sejak 2002 tinggal di daerah tersebut. Selama beberapa bulan ia hanya mampu memasak sekali sehari. Suaminya berhenti bekerja di pasar karena sedikitnya pelanggan. Nadia, ibu dari 6 anak. 3 anaknya biasanya mendapat bantuan dari lembaga kemanusiaan namun 6 bulan terakhir bantuan tak lagi ia dapatkan.
Juga keluarga Maher Al Natsheh (45 th). Ia seorang tukang besi. Agresi militer Israel 2014 memaksanya berhenti dari pekerjaannya. Sebelumnya ia bekerja di wilayah industri di perbatasan Erez yang kini dikuasai Israel, ia berhenti tahun 2001 dan pindah ke Bathinia tahun 2002. Hari yang sulit bagi Maher untuk penuhi kebutuhan pangan 5 anaknya.
“Tak pernah terbayang saya menjadi lemah di hadapan anak-anak saya. Saya tidak dapat memenuhi kebutuhan mereka. Saya kerja kontrak menjaga sekolah dan tukang bersih-bersih, namun saat ini pekerjaan tersebut juga sulit didapat. Kadang anak-anak saya tidur kelaparan. Terkadang saya terpaksa berhutang nasi dan sayuran pada kerabat saya agar anak-anak tidak kelaparan, “ ujar Maher.
Di kamp Shathi barat Gaza, Suad Hamad (40 th) dan tetangganya Nabila al-Hassi (42 th) berbincang tentang kondisi mereka. Suami Suad kini telah kehilangan pekerjaanya sebagai penjahit sejak awal tahun 2018. Sedang suami Nabila mengalami masalah kesehatan pada kakinya, namun bantuan pengobatannya kini terputus.
“Anak saya malu jika bercerita tentang makanannya di rumah. Ia makan seadanya. Makan malam terakhirnya pada April lalu, “ ujar Suad.
Kepala Kantor Pusat Komite Sekolah UNRWA Zaher Al Banna mengatakan, meski kondisi sulit anak-anak Gaza tetap berangkat sekolah. Mereka berangkat tanpa sarapan pagi. Hal ini mempengaruhi kesehatan, penyerapan dan perhatian mereka pada pelajaran sekolah. Kasus pingsan, kekurangan gizi, dan anemia kerap terjadi pada sejumlah siswa.
Sumber :
– alaraby.co.uk
– paltoday.ps