Adara Relief – Al Quds. Seolah tidak cukup dengan keputusan sepihaknya yang mengakui Al Quds sebagai ibukota Israel, Amerika juga ingin ‘mengobrak-abrik’ sistem pendidikan di Palestina.
Ketua Dewan Pengawas Sekolah dan Taman Pendidikan Al-Aqsa, Syaikh Ikrimah Shabri, mengecam niat Amerika yang akan meninjau kurikulum Palestina yang dianggap belum sesuai.
Syaikh Shabri mengatakan, “Presiden Amerika menempatkan diri sebagai pengawas dan pemegang wasiat al-Quds. Setelah mengeluarkan keputusan politiknya, dia ingin melangkah dengan langkah lain dalam memerangi budaya Palestina dan intervensi kurikulum. Pertanyaannya adalah mengapa tidak mengkaji kurikulum Yahudi yang dipraktekkan oleh otoritas penjajah Zionis dan penuh dengan kakacauan dan hasutan?!.”
Syaikh Shabri menolak campur tangan Amerika yang dinilainya vulgar. Dia mengatakan, “Kami tidak akan biarkan Trump mengeluarkan keputusan liarnya. Kami tidak akan biarkan dia melanjutkan campur tangannya dalam urusan budaya dan agama kami.”
Sebelumnya Syaikh Shabri telah mengeluarkan fatwa dilarang memberlakukan kurikulim Israel di sekolah-sekolah Palestina di al-Quds. Siapa saja yang memberlakukan kurikulum tersebut dan mengajarkannya, dan siapa saja yang mengirim putra atau putrinya ke sekolah-sekolah yang mengajarkan kurikulum tersebut adalah dosa.
Selain itu, siapa yang tidak komitmen dengan fatwa ini maka telah keluar dari kelompok kaum muslimin dan melakukan dosa yang besar.
Shabri menegaskan, “Otoritas penjajah Zionis tidak berhak memaksanakan budaya mereka kepada kami. Sebagaimana diketahui bahwa komunitas Yahudi di Eropa memiliki sekolah-sekolah khusus untuk mereka, adalah hak kami sebagai pemilik negeri ini untuk memiliki kurikulum sekolah khusus untuk kami.”
Direktur Pendidikan dan Pengajaran di Al-Quds, Samir Jibril memperkirakan akan terjadi peningkatan tekanan oleh Zionis untuk mengintervensi pendidikan Palestina. Hal ini karena Israel ingin memanfaatkan keputusan Amerika terhadap Al Quds, dengan memberlakukan dominasi kekuasaan pada pendidikan melalui memasukkan kurikulum aneh ke dalam budaya dan identitas Palestina.
Dia juga menyatakan pentingnya menyiapkan strategi baru, sebagai respon atas langkah-langkah penjajah Zionis dan lampu hijau Amerika terkait al-Quds. Dia menegaskan bahwa pentingnya meningkatkan kerja untuk sampai kepada warga dan lembaga-lembaga untuk menggabungkan usaha dalam melawan penjajah Zionis.
Jibril melihat Zionis akan melakukan segala daya upaya untuk menggolkan kebijakan tersebut. Diantaranya adalah dengan merayu keluarga-keluarga siswa untuk mendistorsi pendidikan Palestina.
Untuk itu ia melihat bahwa untuk mencegah yahudisasi terhadap sistem pendidikan Palestina adalah adanya kesatuan sikap yang resmi antara orang tua dan wali, media dan pihak-pihak keagamaan. Baginya, “Pendidikan adalah asas dalam membangun identitas dan budaya Arab Palestina.”