Di dalam gang menjadi dunia unik bagi perempuan ini, orang-orang yang berlalu lalang saling berbisik membicarakan perempuan pemilik bengkel kayu yang membuat barang antik dan furniture kayu untuk mendapatkan penghasilan bagi keberlangsungan hidup putrinya saat roda kehidupan tidak berputar.
Amal Abu Arqiq-43 tahun, diketahui sebagai tukang kayu perempuan pertama di Palestina. Ia tinggal di pengungsian dan memiliki kesibukan kecil sebagai tukang kayu yang setiap harinya menerima permintaan dari pelanggan baik dari dalam maupun luar pengungsian.
Amal memulai membuat barang-barang dari kayu pada tahun 2003 setelah mengikuti pelatihan keterampilan yang diadakan oleh Kementrian Sosial. Pelatihan diikuti oleh dua puluh orang ibu rumah tangga untuk melanjutkan kehidupan keluarga yang miskin. Sayangnya peserta pelatihan tidak ada yang bertahan, kecuali Amal. Padahal pada saat itu keterampilan seni perkayuan diakui sebagai profesi yang dapat memberdayakan.
Amal menamakan bengkel kayunya dengan ‘Asholatul Baida’ (Sukses Sejati) dengan keistimewaan kayu-kayu antik dan khas gurun pasir. Ia membuat barang-barang sesuai pesanan seperti cermin, hiasan dinding, dekorasi rumah, kursi dan kerajinan kayu lainnya untuk hiasan dan keperluan perayaan lainnya.
Keseharian Amal
Setelah mematikan aliran listrik gergajinya, ia membersihkan debu yang beterbangan dan keluar dari balik dinding kayu yang memisahkan ruang tamu (pelanggan) dengan meja kerja khusus yang dipenuhi oleh puluhan barang yang sedang diproses dan alat-alat lainnya.
Ia mengatakan, “beberapa tahun lalu saya mengikuti pelatihan kerajinan tangan untuk para pengungsi yang diadakan yayasan SEC. Mereka memilih 7 orang dari Tepi Barat dan 7 orang dari Gaza. Setelah berhasil melewati seleksi dengan membuat kerajinan atas biaya yayasan saya hanya berhak atas proposal untuk peralatan. Kendala selanjutnya adalah pengadaan bahan baku. Untuk memulai pekerjaan saya meminjam modal dari kerabat dan kenalan”.
Sejak memulai usaha ini dua tahun lalu, Amal seringkali mendapat pesanan bingkai kayu, bingkai foto, cermin, dekorasi yang mempercantik ruang tamu serta kerajinan lainnya. Sebagian orang yang kagum dengan keberaniannya berinisiatif membuatkan FanPage di media sosial facebook untuk menampilkan karya-karyanya sehingga akhirnya wartawan dan kru mengetahui aktifitasnya lalu mendatangi dan menyebarluaskan kisahnya.
Bekerja (karena) Tuntutan
Orang yang mengetahui kisah tukang kayu wanita ini pasti kagum dengan apa yang dilakukannya, namun tidak banyak yang mengetahui pengalaman pahit yang dialami wanita ini sepeninggal suaminya 20 tahun lalu. Amal kini menjadi ibu tunggal untuk putri satu-satunya yang menderita atrofi otak dan membutuhkan perawatan yang tidak bisa digantikan siapapun kecuali ibunya yang sudah tua.
Profesi kaum pria yang harus dijalani Amal meninggalkan bekas luka di tangannya yang kebanyakan disebabkan saat memotong dan membelah kayu. Hal ini terjadi di bulan-bulan pertama saat ia belum terbiasa dengan peralatan tukang kayu.
Simaklah apa yg dikatakan Amal, “Saya sering katakan manusia itu seharusnya siap menghadapi tantangan dan jangan lemah. Tuntutan hidup terus menerus. Saat ini saya berusaha untuk melawan kemiskinan dan merawat putri saya. Para pelanggan mulai berdatangan dari berbagai penjuru wilayah setelah karya-karya saya ditampilkan di pameran-pameran dan di internet.”
Amal juga menghadapi kesulitan-kesulitan yang menghambat pekerjaannya. Di antara hambatan besarnya adalah terputusnya aliran listrik dan sedikitnya permintaan di beberapa bulan terakhir ini, sedikitnyapasokan kayu disebabkan ditutupnya perlintasan perbatasan hingga ia tidak mampu membayar biaya sewa tempat yg kecil tersebut.
Ia berharap bisa mengembangkan usahanya dan bisa melatih orang-orang yang berkebutuhan khusus dengan keterampilan yang dimilikinya, dengan keyakinan bahwa yang cacat memiliki potensi besar asalkan tetap yakin pada diri sendiri dan mau berkontribusi positif untuk kehidupannya.
Ia menambahkan, “Saya siap membimbing orang-orang yang berkebutuhan khusus dan melibatkan mereka di masyarakat dan mengajari mereka hal yang bermanfaat. Dengan hal tsb saya berarti menitipkan pesan kehidupan bagi putri saya yang cacat. Dengan kendala pendanaan dan bengkel yang terlalu sempit”.
Amal menghiasi dinding bengkelnya yang sempit dengan 2 foto dua orang syahid, Ahmad Yasin dan Yasir ‘Arafat dengan bingkai buatan tangannya. Di sudut lain terhampar permadani bergambar peta Palestina dan Masjid Al-Aqsha, juga kerajinan seni lainnya yang menunjukkan jiwa ketekunan seorang pemilik bengkel menghadapi kerasnya kemiskinan dan ujian memiliki seorang putri yang berkebutuhan khusus.