Dr. Hussam Abu Safiya (52 tahun), Direktur Rumah Sakit Kamal Adwan di Gaza utara, telah ditahan oleh Israel sejak Desember 2024 setelah pasukan pendudukan menculiknya dari dalam rumah sakit tempat ia bekerja. Ia menjadi salah satu dari puluhan tenaga medis yang ditangkap sejak awal agresi Israel ke Gaza pada Oktober 2023.
Menurut Al Mezan Center for Human Rights, pengadilan Israel di Bir al-Sabi’ baru-baru ini memperpanjang masa penahanan Dr. Abu Safiya selama enam bulan di bawah Undang-Undang “Unlawful Combatants”, tanpa dakwaan dan tanpa bukti hukum yang jelas. Hukum ini memberi wewenang kepada militer Israel untuk menahan siapa pun dari Gaza tanpa batas waktu dengan alasan “mengancam keamanan negara”.
Pengacara Al Mezan menolak keras keputusan ini, menyebutnya sebagai penahanan ilegal dan pelanggaran terhadap hukum internasional, terutama karena Dr. Abu Safiya belum pernah didakwa secara resmi, tidak diberi akses terhadap bukti, serta tidak dapat membela diri di pengadilan. “Penahanan ini menjadikannya sebagai sandera, bukan tawanan hukum,” tulis lembaga itu dalam pernyataannya.
Dr. Abu Safiya, yang juga merupakan dokter utama organisasi kemanusiaan MedGlobal berbasis di Chicago, baru diizinkan bertemu penasihat hukumnya pada Februari 2025 yaitu dua bulan setelah penangkapannya. Dalam kunjungan terakhir pengacaranya ke Penjara Ofer pada Juli 2025, ia melaporkan bahwa dokter itu telah kehilangan lebih dari 40 kilogram berat badan, mengalami patah tulang rusuk dan terdapat luka di wajah serta punggung akibat pemukulan, dan menderita gangguan jantung yang tidak diobati. Ia ditahan di sel isolasi tanpa sinar matahari, masih mengenakan pakaian musim dingin di tengah panas musim panas, serta mengalami pembatasan akses terhadap makanan dan kebersihan dasar.
Amnesty International menilai penahanan tanpa dakwaan seperti ini merupakan bentuk penyiksaan dan pelanggaran berat terhadap hukum humaniter internasional. Amnesty dan Al Mezan memperingatkan bahwa Israel menggunakan tawanan Palestina, termasuk tenaga medis, sebagai alat tawar-menawar politik dalam negosiasi gencatan senjata.
Data dari Healthcare Workers Watch (HWW) menunjukkan bahwa hingga Juli 2025, sebanyak 28 dokter Gaza masih berada di penjara Israel, delapan di antaranya merupakan konsultan senior di bidang bedah, ortopedi, kardiologi, dan perawatan intensif. Sebanyak 21 dokter telah ditawan lebih dari 400 hari tanpa tuduhan apa pun. Laporan dari WHO dan organisasi HAM internasional menegaskan adanya pola penyiksaan, kekerasan seksual, dan perlakuan tidak manusiawi terhadap tenaga medis Palestina selama penahanan.
Tragedi ini semakin mencoreng wajah kemanusiaan. Dua dokter ternama, Dr. Iyad al-Rantisi dan Dr. Adnan al-Bursh, dilaporkan meninggal di penjara Israel pada April 2024 akibat penyiksaan, dan jenazah mereka belum dikembalikan kepada keluarga hingga kini.
Kasus Dr. Hussam Abu Safiya bukan hanya tentang satu dokter yang ditawan secara sewenang-wenang. Ia menjadi simbol kehancuran sistem kesehatan Gaza dan bukti nyata bagaimana Israel menargetkan tenaga medis—kelompok yang seharusnya dilindungi pada masa perang—sebagai bagian dari strategi untuk melumpuhkan kehidupan rakyat Palestina.
Sumber: MEMO, Qudsnen
![Israel telah memperpanjang penahanan Dr Hussam Abu Safiya selama 6 bulan lagi. [dr.hussam73/Instagram] Israel telah memperpanjang penahanan Dr Hussam Abu Safiya selama 6 bulan lagi. [dr.hussam73/Instagram]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/10/image-6-1-750x375.webp)




![Tentara Israel menyerahkan jenazah warga Palestina kepada Komite Palang Merah Internasional (ICRC), yang kemudian dipindahkan ke Rumah Sakit Nasser di Khan Yunis, Gaza, untuk diidentifikasi. Keluarga berkumpul untuk mengidentifikasi jenazah kerabat mereka pada 15 Oktober 2025. [Doaa Albaz – Anadolu Agency]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/10/AA-20251015-39421984-39421980-ISRAEL_HANDS_OVER_BODIES_OF_PALESTINIANS_TO_RED_CROSS_FOR_IDENTIFICATION_IN_GAZA-1-75x75.webp)
