Sejak gencatan senjata antara Israel dan Hamas mulai berlaku pada Jumat (10/10) kekerasan belum benar-benar berhenti di Gaza. Pusat Hak Asasi Manusia Gaza (GCHR) melaporkan sedikitnya terjadi 36 pelanggaran terhadap perjanjian tersebut oleh pasukan Israel. Serangan udara, tembakan artileri, dan tembakan senapan membunuh tujuh warga sipil Palestina serta melukai beberapa lainnya di berbagai wilayah, termasuk Shuja’iyya, Khan Yunis, Jabalia, dan Rafah.
GCHR menegaskan bahwa serangan-serangan itu “tidak memiliki alasan militer dan merupakan upaya untuk mempertahankan suasana ketakutan dan ketidakamanan.” Selain itu, Israel juga terus membatasi masuknya bantuan kemanusiaan, dengan hanya mengizinkan 173 dari sekitar 1.800 truk bantuan yang seharusnya tiba di Gaza.
Situasi ini dibenarkan oleh Badan PBB untuk Pengungsi Palestina (UNRWA) yang menyebut bahwa Israel masih menghalangi masuknya makanan dan bantuan pokok, meskipun gencatan senjata telah diberlakukan. Ribuan truk yang membawa logistik, termasuk bahan pangan dan perlindungan bagi 1,3 juta pengungsi, tertahan di perbatasan. Padahal, kesepakatan gencatan senjata mensyaratkan 600 truk bantuan per hari. UNRWA memperingatkan bahwa pembatasan yang berkepanjangan dapat memperburuk kondisi kemanusiaan yang sudah sangat parah di Gaza.
Di tengah situasi genting ini, Israel mengancam akan melanjutkan agresinya dengan alasan Hamas bergerak terlalu lambat dalam menyerahkan jenazah tawanan Israel. Hamas menegaskan telah memenuhi kewajibannya sesuai dengan rencana gencatan senjata yang dimediasi Presiden AS Donald Trump, dengan menyerahkan semua tahanan yang masih hidup serta jenazah yang berhasil ditemukan. Namun, proses pemulihan sisa jenazah sangat sulit karena kehancuran masif di Gaza dan beberapa lokasi masih berada di bawah kendali militer Israel.
Meski demikian, Menteri Pertahanan Israel Israel Katz telah memerintahkan militer untuk menyiapkan “rencana komprehensif” guna mengalahkan Hamas sepenuhnya jika gencatan senjata gagal. Laporan Axios menyebut, sebagian pejabat Israel dan AS khawatir kelompok ultranasionalis dalam pemerintahan Netanyahu akan menggunakan isu jenazah tahanan untuk menggagalkan kesepakatan dan mendorong kembalinya perang.
Sementara itu, pada Senin lalu, Hamas telah menyerahkan 20 tahanan Israel terakhir yang masih hidup sebagai bagian dari kesepakatan pertukaran dengan 1.968 tawanan Palestina. Namun, dengan pelanggaran, blokade, dan ancaman baru yang terus muncul, masa depan gencatan senjata ini masih diselimuti keraguan dan ketidakpastian.
Sumber:
MEMO, Qudsnen
![Warga Palestina kembali ke permukiman Sheikh Ridwan dan Abu Iskandar yang hancur setelah penarikan pasukan Israel dari Kota Gaza setelah perjanjian gencatan senjata di Gaza pada 15 Oktober 2025. Banyak bangunan hancur total, dan rumah serta harta benda warga sipil mengalami kerusakan parah. Warga Palestina mencari sisa-sisa harta benda mereka di antara reruntuhan rumah mereka. [Mahmoud Abu Hamda – Anadolu Agency]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/10/AA-20251016-39426117-39426098-HEAVY_DAMAGE_UNCOVERED_IN_GAZA_AFTER_CEASEFIRE-1-750x375.webp)


![Warga Palestina memeriksa rumah-rumah yang rusak parah di wilayah al-Ketiba setelah penarikan pasukan Israel dari Khan Yunis, Gaza, pada 11 November 2025. [Abed Rahim Khatib – Anadolu Agency]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/11/AA-20251111-39683171-39683140-PALESTINIANS_RETURN_TO_DESTROYED_HOMES_AFTER_ISRAELI_WITHDRAWAL-scaled-e1762881517683-120x86.webp)
![Banyak warga Palestina mengatakan mereka menghadapi penyiksaan saat berada di tahanan Israel [Getty]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/11/2192563299-120x86.jpeg)

![Israel telah memperpanjang penahanan Dr Hussam Abu Safiya selama 6 bulan lagi. [dr.hussam73/Instagram] Israel telah memperpanjang penahanan Dr Hussam Abu Safiya selama 6 bulan lagi. [dr.hussam73/Instagram]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/10/image-6-1-75x75.webp)
