Sekitar 170.000 ton bantuan kemanusiaan menumpuk di perbatasan Jalur Gaza, menunggu izin masuk dari otoritas pendudukan Israel. Juru bicara United Nations Office for the Coordination of Humanitarian Affairs (OCHA) pada Kamis (9/10) mengatakan, bantuan tersebut mencakup obat-obatan, tenda, makanan, dan perlengkapan darurat lainnya yang ditujukan untuk hampir dua juta warga Palestina yang menghadapi kekurangan ekstrem akibat dua tahun genosida dan pengepungan total.
Meski kesepakatan gencatan senjata tahap pertama dalam rencana 20 poin Presiden AS Donald Trump telah diumumkan, Israel masih mencegah hampir separuh konvoi bantuan yang terdaftar sejak Oktober 2023. OCHA menegaskan bahwa penyaluran bantuan hanya dapat dilakukan jika penyeberangan dibuka sepenuhnya, pekerja kemanusiaan dijamin keamanannya, dan akses internasional tidak dibatasi.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan bahwa PBB dan mitranya siap segera mendistribusikan bantuan. “Kami memiliki keahlian, jaringan distribusi, dan hubungan komunitas untuk bertindak sekarang. Persediaan siap, dan tim kami siaga,” ujarnya. Menurut UNRWA, terdapat bantuan setara 6.000 truk yang kini tertahan di Mesir dan Yordania, mencakup bahan makanan, obat-obatan, pakaian musim dingin, dan perlengkapan tempat tinggal.
Namun, penyaluran bantuan masih terkendala oleh pembatasan operasi terhadap UNRWA, yang selama ini menjadi tulang punggung distribusi bantuan di Gaza. Mekanisme distribusi sempat digantikan oleh Gaza Humanitarian Foundation (GHF) bentukan Israel-AS, yang dikritik karena mempolitisasi bantuan dan menyebabkan sedikitnya 2.615 warga Palestina terbunuh ketika berusaha mengakses distribusi.
Organisasi Medical Aid for Palestinians (MAP) menyatakan kesiapannya memperluas respons medis segera setelah akses dibuka, serta menyerukan pembebasan tenaga kesehatan yang ditahan dan jaminan jalur aman bagi pasien serta staf medis.
Genosida yang terus memburuk telah membuat wilayah utara Gaza dinyatakan mengalami kelaparan oleh badan pangan dunia IPC. Oxfam International menyerukan penyelidikan terhadap penggunaan kelaparan sebagai senjata perang, juga pengusiran paksa dan penghancuran infrastruktur sipil oleh Israel sebagai kejahatan di bawah hukum internasional.
Sementara itu, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) telah menetapkan dakwaan kejahatan perang terhadap Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menteri Pertahanan Yoav Gallant atas serangan brutal dan blokade yang menyebabkan bencana kemanusiaan terbesar dalam sejarah Gaza.
Sumber: The New Arab, Palinfo



![Tank dan kendaraan militer Israel terlihat dikerahkan bersama beberapa kendaraan militer, helikopter, dan drone yang berpatroli di sepanjang wilayah perbatasan menyusul penerapan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di Gaza dan penarikan pasukan Israel di dalam garis kuning di Sderot, Israel pada 14 Oktober 2025. [Mostafa Alkharouf – Anadolu Agency]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/11/AA-20251014-39412414-39412391-GAZAISRAEL_BORDER_REGION_FOLLOWING_THE_CEASEFIRE-1-1-120x86.webp)
![Seorang gadis Palestina yang terusir memegang boneka sambil bermain di luar tenda keluarganya di kamp pengungsian dekat pelabuhan di Kota Gaza, pada 19 Oktober 2025. [Foto oleh Majdi Fathi/NurPhoto via Getty Images]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/11/GettyImages-2241666942-1-120x86.webp)
![Warga Palestina, termasuk anak-anak, menunggu dengan panci untuk menerima makanan hangat yang didistribusikan oleh lembaga amal, sementara mereka berjuang melawan kelaparan akibat blokade makanan Israel di kamp pengungsi Nuseirat di Kota Gaza, Gaza pada 21 Oktober 2025. [Moiz Salhi – Anadolu Agency]](https://adararelief.com/wp-content/uploads/2025/11/AA-20251021-39476504-39476501-HOT_MEAL_DISTRIBUTED_TO_PALESTINIANS_STRUGGLING_WITH_HUNGER_IN_GAZA-1-120x86.webp)


