Bangsa Palestina memiliki agenda nasional tahunan yang mereka peringati tiap akhir bulan Maret hingga 30 hari ke depannya, yang disebut dengan #GreatMarchReturn atau Aksi Kepulangan Akbar. Aksi ini dilakukan untuk memeringati Nakbah, hari dimana ratusan ribu orang Palestina diusir dari tanah air mereka sendiri.
Aksi damai kali ini memakan korban gugur sebanyak 112 orang karena ditembak mati tentara Israel. 13 diantaranya anak-anak dan 6 orang manula. Tak ada yang bersuara dengan nyata, bahwa ada anak-anak meregang nyawa dalam aksi pawai damai tak bersenjata.
Kemana warga dunia yang mengaku sebagai pejuang hak asasi manusia?
Kemana hilangnya akal sehat dan nurani, ketika data berbicara bahwa dari 112 korban yang meregang nyawa, 44 orang ditembak di bagian kepala, 26 orang ditembak di bagian dada, dan sisanya di bagian vital lainnya. Jelas, ini bukan sekedar tembakan peringatan. Ini sebuah eksekusi mati gaya kini. Untuk mereka yang sekedar ingin kembali ke negeri sendiri.
Belum lagi korban luka, tercatat sudah 12.844 orang terluka. 563 orang diantaranya ditembak di bagian kepala dan leher, 237 di dada, 811 di lengan, 276 di perut dan sisanya sebanyak 3.502 ditembak di paha. Itu semua bukan tembakan biasa, mereka ditembak hingga akhirnya harus kehilangan kaki atau lengan.
Tak hanya itu, sebanyak 488 korban luka diantaranya adalah perempuan dan 1.129 adalah anak-anak. Dunia tak merutuk. Mengecam. Atau bahkan sekedar menyalakan seribu lilin pertanda simpati. Dunia lagi-lagi terdiam. Kecut dengan aksi bengis zionis Yahudi.
Sudah mulai menuakah ia, hingga tak mampu lagi memiliki akal sehat atau sekedar mata hati. Atau kerentaannya telah membuatnya lemah gemulai tak berdaya. Taringnya tampaknya telah merenta karena termakan zaman.
Tuntutan aksi damai tersebut sejatinya hanya sederhana: menuntut dikembalikannya tanah air mereka. Tumpah darah mereka. Milik mereka. Asal semula tempat hidup mereka. Juga dibukanya blokade bagi penduduk di Gaza.
Telah 70 tahun tanah air mereka, Palestina, direbut secara paksa. Peristiwa Nakbah pada 15 Mei 1948 menjadi saksi bisu sejarah paling memalukan sepanjang masa. Tentang bagaimana bangsa Palestina dibantai dan diusir secara paksa dari tanah air mereka. Jutaan raga juga telah meregang. Tak terhitung berapa juta liter darah telah tertumpah di negeri para syuhada.
Dunia tampaknya sudah gila. Bagaimana bisa membiarkan maling, perampok negara, bertahta selama 70 tahun lamanya diatas tanah sah milik bangsa Palestina. Sudahkah hilang kewarasannya? Selama ini berbagai konvensi diatur sedemikian rupa, agar mereka, bangsa Palestina, mau berbagi tanah airnya.
Belum lagi persoalan blokade Gaza yang telah berlangsung 12 tahun lamanya. Apakah dunia telah gila? Atau dia telah buta? Hingga membiarkan 12 tahun lamanya Gaza dalam isolasi di negeri sendiri. Tak mendapatkan suplai listrik secara penuh. Hanya tiga jam tiap harinya.
Akibatnya, perekonomian hampir nyaris terhenti. Separuh dari penduduknya menganggur. Tingkat kemiskinan mencapai 65 persen. Gaza juga mengalami kelebihan populasi. Tiap satu juta kilometer persegi, harus didiami oleh 5.500 jiwa. Hampir tak ada suplai air bersih. Sebanyak 95 persen penduduk tidak mendapatkan akses ke sumber air bersih.
Telah gilakah dunia? Hingga ia terdiam tak bersuara. Atau telah hilangkah nuraninya? Hingga membiarkan jutaan anak tak berdosa meregang nyawa di bumi Palestina.